Kerbau Dalam Tradisi Masyarakat Banten - Balaraja untuk kita semua

Breaking

Saturday, August 1, 2020

Kerbau Dalam Tradisi Masyarakat Banten


Demikian akrabnya hubungan kerbau dengan manusia, sehingga kerbau bukan hanya ternak biasa, tetapi bisa dibilang sebagai traktor hidup” sekaligus sumber pangan menu spesial” bagi sebagian besar masyarakat Banten.

Oleh sebab itu, daging kerbau mudah dibeli di pasar dan dapat ditemukan di beberapa rumah makan sebagai masakan yang menggugah selera, seperti semur, sop, gule, angeun lada, dendeng dan sate kerbau. Jenis masakan yang terakhir ini, sekarang mulai digemari” masyarakat perkotaan; memberi inovasi baru bagi kuliner Banten.

Di Provinsi Banten, sepanjang pesisir utara dari Tangerang, Serang sampai ke Cilegon, ternak kerbau masih dominan. Terlebih di daerah pegunungan selatan Banten, antara Pandeglang, Lebak sampai ke pesisir barat dan selatan, penduduk masih setia memelihara dan mempekerjakan kerbau di sawah mereka.

Hubungan khusus kerbau dan manusia juga menapak pada ranah spiritual. Ada tradisi tanam kepala kerbau” dalam beberapa ritual khusus, meskipun mulai ditinggalkan. Misalnya menjelang pembangunan jembatan atau struktur bangunan tertentu. Biasanya didahului dengan memotong kerbau dan bagian kepalanya dikuburkan di mana sebuah struktur akan didirikan.

Ada pula kerbau yang dianggap keramat, karena memiliki ciri fisik berbeda dan berkarakter khusus. Kerbau jenis ini bahkan dianggap memiliki tuah bagi pemiliknya dan juga masyarakat sekitar, karena dipercaya membawa keberuntungan”.

Namun untuk kasus Banten, tampaknya mitos tentang kerbau mulai luntur sejalan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini dan desakan modernisasidi pedesaan. Memang tak tampak adanya sakralisasi kerbau, karena yang terpenting dari keluarga bovidaeini adalah dagingnya.

Dari semua menu ternak kaki empat yang halal” dikonsumsi, daging kerbau dianggapmemberi rasa berbeda”, mengingatkan orang pada selera dan cita rasa warisan leluhur orang Banten.

Maka bisa dibilang, orang Banten lebih suka daging kerbau dibandingkan daging lainnya. Preferensi ini dapat  dilihat pada setiap hari raya keagamaan, Iedul Fitri dan Iedul Adha, daging kerbau menjadi hidangan paling istimewa.

Bahkan, masyarakat telah mencatatkan hari khusus untuk penyembelihan kerbau sebagai poe meuncit kebo; dua hari atau tiga hari menjelang lebaran, sehingga ada semacam gurauan di tengah masyarakat Banten, tidak ada lebaran tanpatanpa daging kerbau, setidaknya mesti tersedia semur daging kerbau sebagai teman sejati gegemblong; uli bakar!.

Oleh karenanya pengembangan usaha peternakan kerbau bisa menjadi solusi alternatif dalam rangka menguatkan ketahanan pangan daerah dan menunjang kedaulatan pangan nasional.

Dan lebih-lebih bagi daerah Banten, yang masyarakatnya secara turun-temurun memiliki preferensi khusus pada ternak kerbau, bukan sekadar hewan pekerja”  tetapi juga menjadisumber pangan berbasis sumberdaya lokal.

Masalahnya adalah mengapa peternakan kerbau di Banten belum berkembang secara intensif, sementara kebutuhan akan daging sapi juga belum tercukupi.

Jika visi peternakan kerbau akan diarahkan pada peningkatan swasembada daging, pemanfaatanbioteknologi memang menjadi solusi alternatif, namun fondasi awalnya harus dimulai dari perubahan mentalitas pada pikir, gagasan, dan tindak manusia dalam tatanan masyarakat dan lingkungan budaya yang dikehendaki (by design).

Untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif, aspek-aspek etno-historis kerbau diperlukan untuk memberikan gambaran simtomatik tentangpandangan dan perilaku masyarakat Banten terhadapternak kerbau.

Sumber : MOH ALI FADILLAH rmolbanten.com

1 comment: