KH. Sholeh Darat, Guru dari Pendiri NU,Muhamaddiyah dan RA Kartini - Balaraja untuk kita semua

Breaking

Monday, October 12, 2020

KH. Sholeh Darat, Guru dari Pendiri NU,Muhamaddiyah dan RA Kartini


Nama dan gelar lengkap beliau adalah Al-'Alim Al-'Allamah Asy-Syaikh Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani al-Jawi asy-Syafi'i. Dikalangan muslim di tanah jawa beliau lebih dikenal dengan nama Mbah Sholeh Darat. Beliau adalah ulama besar yang telah banyak melahirkan ulama-ulama besar dan masyhur dan juga tokoh-tohoh besar di tanah air.

Dalam catatan sejarah Mbah Sholeh Darat dilahirkan di desa Kedung Cumpleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, sekitar 1820 M. Dalam catatan lain juga menyebutkan bahwa beliau lahir di Mbah Sholeh Darat lahir di Dukuh Kedung Cumpleng, Desa Ngroto, Kecamatan Mayong, Jepara.



Beliau wafat di Semarang pada 28 Ramadan 1321 H/18 Desember 1903 M. Penambahan kata “Darat” pada akhir nama beliau disebabkan beliau tinggal di daerah yang bernama Darat, yaitu suatu daerah di pantai utara Semarang, tempat mendarat pelancong dari luar Jawa. Saat ini Darat termasuk wilayah Semarang Barat. Penambahan ini adalah sesuatu yang lumrah sebagai ciri khas dari orang-orang yang terkenal di masyarakat. Seperti Mbah Kholil Bangkalan, Syekh Ihsan Jampes, Syekh Nawawi Banten, dan lain-lain.

Ayahanda beliau adalah Kyai Umar yang merupakan salah seorang pejuang dan orang kepercayaan Pangeran Diponegoro di Jawa Bagian Utara, Semarang, di samping Kyai Syada’ dan Kyai Murtadha Semarang.

Masa kecil hingga remaja KH Sholeh Darat dihabiskan dengan belajar Alquran serta ilmu agama dari ayahnya. Seperti ilmu nahwu, shorof, akidah, akhlak, hadis dan fiqih. Setelah lepas masa remaja KH Sholeh Darat menimba ilmu ke sejumlah ulama di Jawa maupun ulama di luar negeri.

Selepas belajar dari sang ayah, beliau lalu merantau ke sejumlah tempat di Nusantara untuk menimba ilmu. Beberapa ulama yang tercatat pernah mengajar Kiai Sholeh antara lain KH Syahid Waturoyo, KH Muhammad Saleh Asnawi Kudus, KH Haji Ishaq Damaran, KH Abu Abdillah Muhammad Hadi Banguni, KH Ahmad Bafaqih Ba'alawi, dan KH Abdul Ghani Bima.



Beliau belajar Kitab Jauhar al-Tauhid karya Syeikh Ibrahim al-Laqqoni serta Kitab minhaj al-Abidin karya imam Ghazali pada Sayid Ahmad Bafaqih Ba’alawi Semarang, belajar Kitab Masail al-Sittin karya Abu Abbas Ahmad al-Mishri kepada Syeikh Abdul Ghani Bima dan belajar ilmu tasawuf dan tafsir Alquran kepada Mbah Ahmad Alim.

KH Sholeh juga menimba ilmu ke Mekah di Hijaz, kini Arab Saudi. Di sana, ia berguru kepada sejumlah ulama seperti Syeikh Muhammad Al Muqri, Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah Al Makki, Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Ahmad Nahrowi, Sayid Muhammad Saleh bin Sayid Abdur Rahman Az Zawawi, Syeikh Zahid, Syeikh Umar Asy Syami, Syeikh Yusuf Al Mishri.

Setelah beberapa tahun belajar, KH Sholeh menjadi salah satu pengajar di Mekah. Muridnya berasal dari seluruh penjuru dunia, termasuk dari Jawa dan Melayu.

Beberapa tahun mengajar, Kiai Sholeh memutuskan kembali ke Semarang .Sepulang dari Makkah, Shaleh mengajar santri-santrinya di pondok pesantren milik Kiai Murtadho yang tak lain adalah mertuanya. 



Di sinilah, Muhammad Darwis (Ahmad Dahlan) dan Hasyim Asyari menimba ilmu fikih, tasawuf, dan beragam ilmu agama lainnya.

Waktu itu, Muhammad Darwis berusia 16 tahun sementara, Hasyim Asyari berusia 14 tahun. Dalam keseharian, Darwis memanggil Hasyim dengan sebutan Adi Hasyim. Sementara, Hasyim Asyari memanggil Dahlan dengan panggilan Mas Darwis.

Konon semasa mondok, keduanya sangat akrab dan tidur sekamar. Dua pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia ini menjadi santri Sholeh Darat selama 2 tahun penuh.

Selepas nyantri pada KH Sholeh, keduanya melanjutkan memperdalam ilmu agamanya di Makkah, di mana Sholeh Darat pernah menimba ilmu. Tentu saja, sang guru membekali referensi ulama-ulama yang harus didatangi dan diserap ilmunya selama di Makkah.

Seusai pulang dari Makkah, masing-masing mengamalkan ilmu yang telah dipelajari bertahun-tahun. Muhammad Darwis yang telah mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sedangkan Hasyim Asyari mendirikan Nahdlatul Ulama.



Selain kedua tokoh ulama di atas. Ada satu lagi tokoh nasional yang menjadi murid dari KH.Sholeh, Beliau adalah RA. Kartini. 

“Raden Ajeng Kartini merupakan murid KH Sholeh Darat yang berasal dari kalangan di luar kiai,” demikian diungkaplan oleh KH Agus Taufiq yang merupakan keturunan dari KH Sholeh.

Kiai Sholeh juga melahirkan banyak karya dalam ilmu agama Islam. Di antaranya, Majmu'ah Asy Syari'ah Al Kafiyah li Al Awam, Batha'if At Thaharah, serta kitab Faidhir Rahman.

Kitab Faidhir Rahman merupakan tafsir Alquran yang ditulis Kiai Sholeh menggunakan aksara Arab pegon. Aksara ini menggunakan huruf-huruf Arab, namun bahasa yang dipakai adalah Jawa. Kitab ini disusun Kiai Sholeh atas permintaan dari RA Kartini yang ingin memahami makna Alquran sehingga tidak hanya sekadar membacanya.

Demikian artikel mengenai KH. Sholeh Darat, Kami persembahkan untuk semua kalangan muslim khususnya di tanah air ini.

Semoga artikel ini akan semakin membuat kita mencintai para ulama.

Sumber: Republika.id nu.or.id


No comments:

Post a Comment