Secara administratif wilayah Pasar Kembang (sarkem) merupakan bagian dari Kecamatan Gedong Tengen, tepatnya berada di RW Sosrowijayan Kulon. Tetapi kemudian masyarakat lebih mengenal dan menyebut RW Sosrowijayan Kulon ini dengan nama Sarkem yang atau ada juga yang menyebut wilayah ini dengan Gang 3, karena wilayah sarkem adalah gang ketiga dari arah Timur Jalan Pasar kembang.
Sarkem sebagai lokasi prostitusi di Yogyakarta telah ada sejak sekitar 125 tahun yang lalu. Oleh karena itu tentu saja lokasi ini memiliki nilai historis yang juga memperkaya sejarah di Kota Yogyakarta. Sesuai dengan sejarah yang beredar di kalangan masyarakat Yogyakarta, Sarkem telah ada sejak Tahun 1818, hal tersebut berarti kegiatan prostitusi ini telah ada sejak Jaman Belanda.
Tentu saja karena area ini memang sengaja dirancang untuk lokasi jajan para pekerja. Ketika itu sedang berlangsung proyek pembangunan rel kereta api yang akan menghubungkan Yogyakarta dengan kota-kota lainnya. Dengan harapan pemerintah Belanda agar para pekerja proyek tersebut menghabiskan uang gajinya agar kembali menjadi pemasukan Pemerintah belanda, maka di bangunlah Pasar kembang sebagai sarana prostitusi agar gaji pekerja dapat dibelanjakan disana.
Seiring perkembangan jaman, lokasi tersebut seakan dipetakan menjadi kawasan prostitusi di Yogyakarta. Sebenarnya setelah jaman kemerdekaan, pemerintah Indonesia telah berupaya memberikan penyuluhan terhadap pekerja sex di pasar kembang agar menghentikan kegiatannya.
Namun disadari maupun tidak, keberadaan Pasar kembang telah membawa dampak ekonomi dari sistem mata pencaharian warga disekitarnya, sehingga upaya penutupan tersebut menjadi sulit direalisasikan. Bagaimana tidak, dengan adanya kawasan pasar kembang tersebut juga dimanfaatkan warga sekitar untuk membuka hotel, rumah makan, warung sebagai penunjang kehidupan mereka. Hal tersebut diperkuat lokasinya yang dekat dengan pusat Kota Yogyakarta terutama di kawasan Malioboro yang menjadi daya tarik wisata di Yogyakarta.
Meskipun demikian terkenalnya Pasar Kembang sebagai kawasan prostitusi di Kota Yogyakarta, namun pemerintah Kota saat ini dalam hal ini Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak mengharapkan apabila Lokasi Pasar kembang diangkat sebagai kawasan wisata prostitusi. Beliau lebih menghendaki kawasan ini lebih diangkat sebagai kawasan wisata yang menyediakan oleh-oleh serta kesenian dan budaya khas Yogyakarta.
Hal tersebut tentu saja sangat beralasan karena tidak ingin mengangkat citra Kota Yogyakarta menjadi Kota yang buruk. Wisatawan Yogyakarta kadang memang dianjurkan untuk mengunjungi lokasi ini, namun diharapkan dengan kunjungan tersebut para wisatawan dapat mendapat pengalaman dari sisi historis bukan dari segi prostitusinya.
No comments:
Post a Comment