Bukan sekedar cerita rakyat atau gurauan belakan. bahwa ikan mujair adalah hasil rekayasa manusia, karena hakikatnya ikan mujair adalah ikan air laut/air payau, namun setelah direkayasa mujair dapat hidup di air tawar.
Adalah Iwan Dalauk (1890-1957) namanya, namun ia lebih dikenal dengan nama Mbah Moedjair, beliaulah sang penemu ikan mujair.
Mbah Moedjair lahir pada tahun 1890 di desa Kuningan (3 km arah timur dari pusat kota Blitar, Jawa Timur). Mudjair menikah dengan Partimah dan memiliki 7 orang anak.
Hingga saat ini, hanya tinggal dua orang anak Mbah Moedjair yang masih hidup dan bisa bercerita tentang perjuangan orang tuanya.
Semasa hidupnya Mbah Moedjair memiliki sebuah warung sate yang sangat populer di kalangan masyarakat Blitar.
Namun, oleh karena Mbah Moedjair memiliki kebiasaan berjudi, pada akhirnya usaha satenya mengalami kerugian yang membuat beliau mulai terpuruk.
Di tengah keterpurukannya ini, kepala desa Papungan, Pak Muraji mengajaknya melakukan tirakat di Pantai Serang, setiap tanggal 1 Suro penanggalan Jawa.
Nah di pantai inilah Mbah Moedjair menemukan sekelompok ikan yang menarik perhatiannya.
Ikan ini sangat unik, mereka menyembunyikan anak-anaknya di mulut pada saat terancam bahaya.
Rasa tertarik rupanya membuat Mbah Moedjair membawa beberapa ekor ikan baru tersebut untuk dipelihara di rumahnya.
Dikarenakan habitat yang berbeda, tentu saja ikan yang dibawa Mbah Moedjair dari pantai tersebut tidak bisa bertahan hidup di air tawar.
Namun, Mbah Moedjair tak patah semangat. Beliau mulai rajin melakukan riset dengan tekat bahwa ikan ini harus bisa hidup di habitat air tawar.
Beliau mulai merubah-rubah komposisi air tawar dan air laut hingga menemukan campuran yang tepat untuk memelihara ikan baru ini.
Menurut penuturan anak Mbah Moedjair, usaha gigih tersebut berhasil pada percobaan ke-11 dengan 4 ekor ikan.
Perlu diketahui, untuk setiap percobaan, Mbah Moedjair harus pulang pergi ke Pantai Serang dari desa Papungan yang jaraknya 35km dengan berjalan kaki melintasi hutan, selama dua hari, pulang dan pergi.
Keberhasilan Mbah Moedjair membawa ikan jenis baru ke kolam halaman rumahnya membuat nama Mbah Moedjair menjadi lekas terkenal.
Dari satu kolam kemudian berkembang menjadi tiga.
Ikan hasil budidayanya dibagi-bagikan ke tetangga dan sisanya di jual ke pasar dan dijajakan dengan sepeda kumbang.
Berita mengenai Mbah Moedjair juga rupanya menarik perhatian Asisten Resident (penguasa wilayah Jawa Timur pada masa penjajahan Belanda) yang berkedudukan di Kediri.
Asisten Resident yang juga seorang peneliti tersebut kemudian melakukan penelitian mendalam tentang ikan spesies baru sekaligus mewawancarai Mbah Moedjair.
Berdasar hasil penelitian dan literatur yang ada, diketahui bahwa spesies ikan Mbah Moedjair berasal dari perairan laut Afrika.
Kemudian sebagai bentuk penghargaan atas usahanya selama ini, Asisten Resident memberikan nama ikan spesies baru ini sesuai dengan nama penemunya, yaitu moedair (mujair).
Perkembangan selanjutnya, Mbah Moedjair banyak menerima anugerah penghargaan dari berbagai pihak karena ikan hasil temuannya disukai banyak orang bahkan sudah mulai mendunia.
Beberapa penghargaan yang diterima Mbah Moedjair diantaranya adalah dari Eksekutip Committee Indo Pasifik Fisheries Council pada tahun 1954.
Sementara penghargaan dari pemerintah Indonesia diterima pada 17 Agustus 1951 dari Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
Mbah Moedjair meninggal pada tanggal 7 September 1957 karena penyakit asma dan kemudian dimakamkan di Blitar.
Batu nisan makamnya bertuliskan “Moedjair, penemu ikan mudjair” lengkap dengan ukiran ikan mujair.
Sumber: https://wartakota.tribunnews.com/2015/10/12/sebelum-mendunia-ikan-mujair-pada-awalnya-bukan-ikan-air-tawar?page=3.
No comments:
Post a Comment