KH. Opo Musthofa, Menjatuhkan Pesawat Belanda dengan Do'a - Balaraja untuk kita semua

Breaking

Saturday, November 7, 2020

KH. Opo Musthofa, Menjatuhkan Pesawat Belanda dengan Do'a

Kyai H Opo Musthofa, akrab disapa Mama Kandang Sapi, adalah sosok sederhana, santun kepada semua kalangan usia, baik sudah sepuh atau masih muda.

Tokoh penyebar Islam kelahiran Garut pada 1848 ini pernah berguru di Bale Rante, Cirebon, satu pondok pesantren bersama Presiden Ke-1 Republik Indonesia Sukarno.

Tak heran jika Mama Kandang Sapi begitu akrab dengan lingkungan istana saat itu karena sering dipanggil Bung Karno. Mama Kandang Sapi membantu perjuangan dengan doa bersama sebelum peperangan.

"Presiden Sukarno sangat percaya doa yang dipanjatkan Mama Kandang Sapi makbul dalam setiap membekali pejuang ketika akan berperang melawan penjajah," ujar H Munandar, cucu Mama Kandang Sapi saat ditemui di Pesantren KH Opo Musthofa, 

Begitu pun sebaliknya, karena keakraban yang terjalin sejak sama-sama mondok di Bale Rante, Sukarno juga sering berkunjung ke Mama Kandang Sapi untuk bersilaturahmi.

Di masa perjuangan revolusi tausiyah yang diberikan Mama Kandang Sapi begitu membakar semangat pejuang agar melawan penjajah. Beberapa doa dan ajian diberikan sempat membuat para penjajah bingung melihat keberadaan para pejuang.

Mama selalu berpesan agar para pejuang diteguhkan hatinya dalam setiap peperangan.  Suatu saat, Kampung Kandang Sapi dihujani bom dan ditembaki pesawat tempur.

Semua santri saat itu panik. Orang-orang berhamburan menyelamatkan diri masing-masing. Seketika Mama, ucap Munandar, berlari ke area yang menjadi sasaran tembak Belanda.

Di tempat tersebut Mama menengadahkan tangan dan meminta perlindungan kepada Allah SWT.

"Tiba-tiba muncul kabut tebal menyelimuti wilayah Kandang Sapi. Pesawat Belanda kebingungan dan berbalik pulang, beberapa di antaranya terjatuh," kata Munandar.

Atas jasanya tersebut pemerintah Kabupaten Cianjur mengabadikan nama Mama menjadi nama jalan antara Maleber dan Kandang Sapi menjadi Jalan KH Opo Musthofa.

Di masa mudanya Mama Kandang Sapi berguru pada ulama-ulama besar seperti Syeh Kholil di Bangkalan, Madura, Mama Guru Bale Rante Cirebon, dan Mama Benda Gadung.

Mama Kandang Sapi menerapkan metode pengajaran tasawuf pengamalan secara pribadi melalui kitab-kitab yang hingga kini masih dipraktikkan di pesantren yang beberapa bangunan peninggalan sejarahnya masih terawat dengan baik ini.

Dari beberapa keterangan, nama Kandang Sapi pasti banyak yang menebak ada peternakan sapi tapi di tempat ini tidak ada kandang sapi. Sebutan tersebut diucapkan warga yang merasa sembuh setelah melakukan pengobatan lahir dan batin kepada KH Opo Musthofa saat itu.

Pengertian kandang sapi lebih kepada rumah pengobatan karena kabar beredar Mama Kandang Sapi suka menolong dan melakukan pengobatan.

Pernah ada cerita selagi muda Mama Kandang Sapi kedatangan tamu. Tamu tersebut meminta agar Mama Kandang Sapi mengobati penyakitnya meski Mama telah menolak namun tamu tersebut sedikit memaksa.

Mama akhirnya mau memberikan air putih pada cangkir batok kelapa yang disertai doa dan atas izin Allah SWT seketika orang tersebut sembuh. Sejak saat itu rumah Mama kebanjiran pengunjung yang minta diobati lahir dan bathinnya.

Setiap hari rumahnya disesaki pengunjung bahkan banyak yang tak kebagian tempat dan akhirnya bergerombol di halaman rumah, sejak itu sebutan kandang sapi pun akrab di warga Cianjur.

Mama dikenal dermawan ia tak menerima bantuan dari warga yang berkunjung, sedekah yang didapat ia berikan lagi kepada warga sekitar atau santrinya yang kurang mampu. Hingga kini pesantren Kandang Sapi hanya dihuni sekitar 42 orang.

Para santrinya tak dipungut biaya apa pun. Pengelolaan pesantren dan perawatan makam didanai oleh anak-anak dan cucu Mama Kandang Sapi.

Sejak dulu memang pesantren ini dikenal mandiri mengelola para santrinya yang dipupuk dengan ilmu agama hingga jadi kiai. "Mama membekali beberapa lahan sawah untuk membiayai pesantren dan santri," ujar Munandar.

Mama Kandang Sapi berangkat ke Cianjur pada usia 50 tahun dan mendirikan pesantren. Saat itu yang menjadi rekan mendirikan pesantren di wilayah Cianjur adalah Mama Gentur dan Mama Ciharashas.

Berbeda dengan pesantren lainnya, hingga saat ini pesantren Kandang Sapi netral dan tidak memihak satu partai politik mana pun.

"Itu sesuai dengan pesan mama dulu dan tetap kami pegang hingga sekarang. Pembangunan masjid ini pun kami lakukan secara mandiri," kata Munandar.

Mama Kandang Sapi memiliki sembilan orang anak dari empat istri. Mereka adalah KH Fatah yang mendirikan Pesantren Ciandam, Hj Khotimah yang mendirikan Pesantren Sindang Reret, Hj Zakiyah, KH Sadili, KH Hidayat, Hj Hasanah, KH Miftah, Hj Fatonah, dan KH Jamaludin.

Keempat istri Mama Kandang Sapi tinggal berdekatan dan selalu diperlakukan adil. Hal tersebut terlihat dari empat rumah yang dibangun serupa lengkap dengan tanamannya.

"Di depan rumah istri-istrinya, ada jeruk bali dan pohon jambu yang seragam ditanam," kata Munandar.

Mama Kandang Sapi dikenal sebagai Kiai Sufi. Ia meninggal pada 1977 di usia 133 tahun. Selama 93 tahun sejak usia remaja Mama Kandang Sapi rajin berpuasa tiap hari.

"Kecuali pada hari tasyrik hari-hari dilarang berpuasa atau saat dikunjungi sahabat dan kerabatnya beliau tak berpuasa," kata Munandar.

Sesuai dengan wasiatnya, Mama Kandang Sapi dikuburkan di depan masjid yang dibangunnya pada 1897. Masjid yang seluruh bangunannya terbuat dari kayu itu masih berdiri kokoh hingga sekarang.


2 comments:

  1. Mantep Mang Tebe ��

    ReplyDelete
  2. Mantapp...makin banyak konten ttg ulama yg berjasa menyebarkan ajaran Islam & berjuang utk negara

    ReplyDelete