Suku Samin Pecinta Alam di Pedalaman Blora - Balaraja untuk kita semua

Breaking

Thursday, February 25, 2021

Suku Samin Pecinta Alam di Pedalaman Blora


Ada beberapa kelompok masyarakat adat di pulau jawa. Satu hal yang menjadi kesamaan dari kelompok tersebut adalah sama-sama memiliki falsafah kehidupan "Menyatu Dengan Alam". Kelompok itu antara lain adalah masyarakat Baduy, Kampung Naga, Suku Tengger dan satu lagi yang jarang di ekspos adalah Masyarakat Samin.



Samin adalah salah satu kelompok masyarakat adat yang tinggal di pedalaman Blora, Jawa Tengah. Sebagai masyarakat yang masih memegang teguh adat dan tradisi, Samin memiliki ajaran sendiri. Salah satu ajarannya adalah menjunjung tinggi kejujuran dan tidak bersikap sombong.

Ajaran itu harus dipatuhi oleh orang-orang Samin yang juga dijuluki sebagai Sedulur Sikep. Karena ajaran ini, orang-orang Samin justru dianggap bodoh, tolol, bahkan sinting. Walau begitu masyarakat adat Samin masih tetap mempertahankan nilai-nilai tradisi mereka tersebut.

Berpergian dengan berjalan kaki

Orang Samin sering berpergian dengan berjalan kaki. Bahkan untuk perjalanan antar kota sekalipun, mereka tetap berjalan kaki. Dilansir dari Liputan6.com, ada satu cerita unik dari pengalaman orang Samin yang pergi berjalan kaki menuju Rembang.

Di tengah jalan seorang kondektur bus menawarinya untuk naik bus yang ia tumpangi. Orang Samin itu menerima tawaran kondektur itu. Akhirnya dia naik bus tujuan Rembang. Di tengah jalan, kondektur menagih ongkos bus. Bukannya membayar, orang Samin itu malah tidak mengerti kenapa ia harus ditagih uang.

Orang Samin itu kemudian bilang pada kondektur bahwa ia tidak membawa uang. Kondektur itu akhirnya menurunkannya di suatu tempat. Namun, saat hendak diturunkan, ada seorang penumpang yang hendak membayari ongkos perjalanan orang Samin itu. Bukannya berterima kasih, orang Samin itu malah menolak.

"Lebih nyaman jalan kaki saja, tidak ada yang mengajak bertengkar," kata orang Samin itu sambil melangkah kaki keluar dari bus.

Menyatu dengan Alam

Orang Samin hidup menyatu dengan alam sejak dahulu kala. Pada masa penjajahan Belanda, pernah ada warga Samin yang didatangi petugas pajak Belanda. Ia hendak menagih pajak warga Samin itu. Bukannya membayar, orang Samin itu justru keluar rumah dengan membawa cangkul dan sekantung uang. Di hadapan petugas pajak itu, dia menggali tanah dengan cangkul dan menanam uang itu di dalamnya.



Pernah juga ada orang Samin yang dimintai seorang warga yang bukan Samin untuk menjaga sawahnya. Saat sang empunya sawah kembali, betapa kagetnya ia saat mengetahui sawahnya diserbu ratusan burung pipit dan Orang Samin yang menjaga sawahnya hanya diam saja.

Pemilik sawah itu langsung memarahi orang Samin itu. Dengan lugunya, orang Samin itu menjawab bahwa ia hanya disuruh untuk menjaga sawah, bukan mengusir gerombolan burung pipit yang sedang makan.

Selain dua hal di atas, konon orang Samin juga tidak mau memetik buah dari atas pohon sebelum buah itu jatuh sendiri ke tanah.

Menentang Penguasa yang Sewenang-wenang

Masyarakat Samin sejak dulu dikenal selalu menentang penguasa yang memimpin sewenang-wenang. Pada zaman Belanda, mereka dikenal selalu menolak membayar pajak dan upeti. Mereka juga menolak saat Belanda hendak mendirikan kebun jati. Kesal dengan sikap mereka, pemerintah Belanda menyebut orang Samin gila.

Dikutip dari Liputan6.com, hal ini berlanjut ketika Belanda sudah pergi dari Indonesia, masyarakat Samin menolak saat tanah mereka hendak dikuasai Perum Perhutani milik pemerintah. Hal ini membuat pemerintah mengecap mereka sebagai orang tolol.


Karena pelabelan dari dua masa pemerintahan itu, orang Samin akhirnya menjuluki diri mereka sendiri dengan nama baru, yakni Sedulur Sikep, yang artinya orang-orang yang memiliki sikap.

Punya Rasa Kemanusiaan yang Tinggi

Lipi.go.id, menyebut orang Samin tidak tinggal menggerombol. Mereka tinggal berpencar di tiap desa yang tersebar di Kabupaten Blora dan kabupaten-kabupaten lain di sekitarnya. Seperti Kabupaten Grobogan, Bojonegoro, Rembang, Pati, dan Kudus. Dalam satu desa biasanya terdiri dari 5-6 keluarga.


Dalam pergaulan sehari-hari baik terhadap sesama Samin maupun orang luar, masyarakat Samin memegang prinsip, "ono niro mergo ningsung, ono ningsung mergo niro" (saya ada karena kamu, kamu ada karena saya). Karena prinsip itu, orang Samin tidak mau menyakiti orang lain, tidak mau mengambil hak orang lain, tapi mereka juga tidak mau hak-hak mereka dirampas.

dari: merdeka.com



No comments:

Post a Comment