Peninggalan Prabu Angling Dharma di Pandeglang - Balaraja untuk kita semua

Breaking

Thursday, April 1, 2021

Peninggalan Prabu Angling Dharma di Pandeglang


Mungkin anda pernah mendengar kisah tentang Angling Dharma. Seorang raja yang sakti mandraguna yang memimpin negara Malwapati bersama dengan Patih Batik Madrim yang juga tak kalah saktinya dengan sang raja.

Kisah tentang Angling Dharma tersebut telah diangkat ke layar lebar dan juga sinetron di salah satu televisi swasta nasional.

Di salah satu wilayah provinsi Banten tepatnya di kabupaten Pandeglang, terdapat sebuah situs sejarah dengan nama situs Angling Dharma. Apakah situs tersebut ada hubungannya dengan sang raja Angling Dharma yang sakti tersebut ? silahkan anda lanjutkan membaca tulisan ini.

Situs ini terletak di Cihunjuran yang berada di jalan raya mandalawangi kabupaten pandeglang. letaknya yang berada di sisi jalan raya, membuat situs ini hampir selalu ramai oleh para pengunjung, yang tidak hanya berasal dari wilayah Pandeglang saja. Akan tetapi banyak juga pengunjung yang berasal dari luar Banten.

SEJARAH

Situs ini selain terkenal sebagai situs sejarah, juga sudah difungsikan sebagai wahana wisata alam. Kawasan wisata alam dan sejarah Cihunjuran dapat menjadi destinasi unggulan bagi Kabupaten Pandeglang karena situs yang berada di Cihunjuran tersebut adalah situs peninggalan kerajaan Salakanagara yang merupakan kerajaan tertua di pulau jawa bahkan lebih tua dari situs peninggalan sejarah kerajaan Tarumanegara di Bogor.

Salakanagara adalah sebuah kerajaan kuno di Pulau Jawa yang diyakini keberadaanya di awal milenium dunia. Kira-kira tahun 130 masehi, telah berdiri sebuah kerajaan kuno pra Islam, yang diyakini berpusat di desa Cihunjuran, Pandeglang, Banten ini.

Seperti dikatakan oleh Ajie Queen, Budayawan Pandeglang, pada awal tahun 2000 sempat dilakukan sebuah penelitian arkeologis yang dilakukan bersama Claude Gulliot, seorang Arkeolog terkemuka yang berasal dari Prancis.

Bersama Banten Heritage saat itu Gulliot mengunjungi desa Cihunjuran, Pandeglang untuk melihat situs-situs pra Islam masa Hindu-Budha. Di dapati di Cihunjuran banyak situs-situs tempat penyembahan dewa-dewa, seperti batu Lingga raksasa.

Lingga yang melambangkan dewa Shiwa menurut Budi Prakoso, Pendiri Banten Heritage, biasanya tersusun dari batu lonjong berjumlah ganjil, bisa satu, tiga, atau lima. Saat diketemukan, Lingga raksasa yang ada di desa Cihunjuran tersebut berjumlah tiga buah dengan ketinggian lebih dari dua meter.

Claude Gulliot seperti keterangan Budi, menduga situs di desa Cihunjuran ini sebagai tempat suci yang digunakan sebagai tempat peribadatan keluarga kerajaan Salakanagara yang dipimpin oleh Prabu Angling Dharma beragama Shiwa. Budi menyebut pada awalnya Gulliot hanya berasumsi demikian, karena untuk meyakinkannya perlu dilakukan penelitan lebih lanjut dan serius.



Mitos Syeikh Jangkung.

Ketika penulis coba menyinggahi tempat ini beberapa waktu lalu, di dapati tempat ini sudah ramai dan memiliki infrastruktur yang cukup memadai. Lapangan parkir yang cukup luas, jalan setapak yang baik, WC, dan fasilitas umum lainnya.

Untuk masuk ke situs Cihunjuran ini, setiap orang harus membayar sejumlah Rp.10.000. Penggunaan WC atau kamar mandi dikenakan Rp.2000. Uang parkir mobil Rp.15.000 dan mendapatkan karcis. Meskipun dalam kondisi wabah Covid-19, ratusan pengujung datang ke Situs Cihunjuran ini. Kebetulan di situs ini terdapat pemandian air alami, dimana terdapat beberapa kolam di dalamnya. Tidak diketahui pasti kemana uang itu akan dikumpulkan dan disetorkan kemana, menurut beberapa narasumber menyebut uang itu masuk ke kas LSM-LSM setempat.


Selain ramai sebagai tempat pemandian, ratusan pengunjung tersebut juga menziarahi dan mengharapkan berkah, kepada makam Syeikh Jangkung, yang diyakini bisa mengabulkan banyak keinginan dan hajat. Syeikh Jangkung sendiri adalah nama lain dari Prabu Angling Dharma dan bukan seorang muslim.

Setelah diselidiki, kuburan yang dianggap sebagai makam Syeikh Jangkung ini ternyata adalah Lingga terakhir yang saat itu masih berdiri, kemudian roboh atau mungkin dirobohkan dan dihadapkan ke arah kiblat, layaknya sebuah kuburan muslim. Dan tempat ini kemudian di keramatkan oleh para pengunjung. Ramainya pengunjung untuk berziarah ke makam Syeikh Jangkung ini, setidaknya baru beberapa tahun belakangan. Masyarakat setempat sebenarnya tidak meyakini disana ada sebuah makam wali. Namun orang luar Cihunjuran bahkan diluar Banten banyak yang menziarahi.

Jadi sudah jelas bahwa Angling Dharma di pandeglang ini berbeda dengan Angling Dharma sang raja dari Malwapati.

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya.



No comments:

Post a Comment