Balaraja diambil dari dua kata Bale ( tempat istirahat yang punya ukuran lebih kecil dari rumah biasnya berbetuk panggung ) dan Raja ( penguasa suatu wilayah ) jadi Baleraja secara harfiah berarti tempat yang digunakan oleh Raja untuk beristirahat.
Bagi masyarakat sekitar tempat tersebut dianggap sebagai sebuah tempat yang dikhusus bagi Keluarga Kerajaan. Saat Raja dari Kesultanan Banten mengadakan perjalanan dari Banten ke Cirebon ataupun dari Banten ke Batavia. Sebuah tempat disekitaran kampung Telagasari, sering dijadikan untuk tempat beristirahat sekedar melepas lelah. Suasana kampung yang asri dengan aliran Sungai Cimanceuri berada di pinggir kampung.
Penduduk setempat hidup dalam kebersahajaan dan serba kecukupan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengandalkan pertanian. Sebagai kampung yang sering di lalui para penduduk dari berbagai daerah. Maka wilayah tersebut sudah ramai dan di kenal oleh banyak penduduk dari daerah lain.Saat Raja sedang mengadakan perjalanan pulang menuju kesultanan yang berada di Banten. Dalam suasana istirahat Sang Raja memerintahkkan para pengawalnya untuk membuat sebuah bale yang jaraknya tidak jauh dari Sungai Cimanceuri dan jalan raya. Di tengah asiknya istirahat, seorang gadis desa melintas di jalan. Raja melihat gadis tersebut dan pada saat itu Sang Raja terpikat karena keanggunan gadis yang melintas di jalan yang tidak jauh dari bale tempat Raja beristirahat.
Sang Raja kemudian mengutus pengawalnya untuk mengikuti gadis desa yang melintas tersebut. Beberapa saat pengawalnya kembali dan memberikan laporan informasi kepada Sang Raja. Sesaat Sang Raja tertegun karena gadis yang melintas tersebut sudah punya kekasih dan akan berencana dinikahkan oleh orang tua gadis itu. Setelah laporannya sudah selesai disampaikan kepada Raja. Maka naluri kelelakian Raja, merasa tersentuh dan tetantangan untuk mendapatkan seorang gadis. Perasaan sadarnya Sang Raja tidak memiliki waktu lama, beberapa hari Sang Raja akhirnya memutuskan untuk tinggal di bale tersebut. Hingga ia bisa mewujudkan niatnya untuk menikahi dan menjadikan gadis tersebut sebagai Selir. Dengan berbagai strategi singkat untuk mendapatkan gadis itu akhirnya sangraja lebih memilih persaingan sebagai seorang laki-laki untuk mendapatkan gadis yang diinginkannya.
Demi mendapatkan gadis yang diidamkan. Kerajaan sesaat ditinggalkan, strategi perang digunakan untuk menaklukan gadis pujaan. Benar saja penggunaan strategi yang pas, dengan taktik yang cerdas menghasilkan sebuah tujuan yang diinginkan. Pemuda desa yang menjadi kekasih sang gadis ternyata tidak cukup mampu untuk bisa bersaing mendapatkan pujaan hatinya melawan Sang Raja. Seperti dalam kisah lainnya Sang Raja menjadi pemenang. Kemudian sebagai bukti kemenangannya, tidak lama berselang Sang Raja menikahi gadis tersebut dan menjadikannya selir. Hasil pernikahannya dengan selir, Sang Raja mendapatkan satu anak laki-laki. Setelah semuanya sudah menjadi pasti dan gadis tersebut sudah dijadikan Selir. Cerita tentang cikal bakal salah satu penamaan Balaraja berakhir.
Sang Raja mengembalikan bale sesuai fungsinya kembali, sebagai sebuah tempat untuk istirahat sekedar singgah atau melepaskan lelah setelah lama berjalan. Hingga saat bale tersebut hancur karena termakan oleh waktu, hanya sebuah cerita yang ditinggalkan.Kisah-kisah selanjutnya yakni menyangkut anak dari Selir Raja, sudah tidak lagi ada yang menceritakan. Hanya bekas makam yang berada di Desa Bunar yang dipercaya oleh masyarakat akan keterkaitan antara makam dan penamaan cerita tentang cikal bakal nama Balaraja. Desa Bunar yang sebagian besar masyarakatnya percaya bahwa di desanya ada makam dari Keluarga Kerajaan. Masyarakat tidak mengetahui kelanjutan dari keturunan cerita tersebut. Siapa saja yang jadi keturunannya atau malah cerita tersebut selesai saat anak laki-laki dari Selir Sang Raja meninggal pada masa kanak-kanak.
Versi 2Mengenai sejarah lisan kapan Kecamatan Balaraja diberikan Nama Balaraja, sebagian besar masyarakat tidak mengetahui dengan persis akan kisah tersebut. Kebiasaan masyarakat yang tidak asing dengan tradisi lisan, hampir setiap orang tua pernah mendengar kisah tantang Balaraja. Setiap cerita yang diutarakan kebanyakan menunjuk pada sebuah tempat yang berbeda antara si pencerita yang satu dengan si pencerita yang lain. Garis besar dalam cerita tersebut akhirnya yang saya jadikan kesimpulan.Istilah Balaraja diambil dari dua kata yakni bala (pasukan) dan Raja (orang yang berkuasa pada satu wilayah). Kisah ini terkait dengan pembentukan Nama Tigaraksa. Suatu kitika saat tiga penguasa dari tanah Sunda yakni Banten, Sumedang dan Cirebon mengadakan pertemuan untuk pembagian wilayah teritorial kerajaan bertempat di desa Kaduagung (salah satu desa dikecamatan Tigaraksa sekarang). Mengingat khususnya pertemuan tersebut, masing-masing Raja akhirnya hanya boleh membawa beberapa pengawalnya yang ikut serta dalam pertemuan tersbut.Sebagai sebuah pertemuan yang penting, para pasukan yang ikut mengawal Sang Raja akhirnya dikumpulkan dalam satu wilayah (camp). Karena banyaknya bala tentara dari berbagai kerajaan berkumpul menjadi satu, secara otomatis masyarakat yang berada di sekitar daerah tersebut menganggap kejadian tersebut sebagai sebuah kejadian yang aneh.
Kekhawatiran masyarakat menjadi besar setelah tahu kalau para pasukan yang berkumpul tersebut adalah pasukan dari berbagai kerajaan yang sedang mengadakan pertemuan di Kaduagung. Kekhawatiran terjadi pertempuranpun dirasakan oleh para penduduk yang rumahnya tidak jauh dari arena berkumpulnya para pasukan.Setelah pertemuan tiga penguasa itu selesai, ketakutan masyarakat akan adanya peperangan ternyata tidak terbukti. Ketiga penguasa kembali lagi ke kerajaan masing-masing dengan para pasukannya. Adanya kejadian tersebut ternyata membekas di dalam keseharian masyarakat. Sebagai sebuah penanda suatu wilayah akhirnya masyarakat menggunakan Nama Balaraja untuk menunjuk tempat yang di maksud.
Mengenai awal sejarah Balaraja dalam bentuk wilayah adiminstratif pada masa Colonial daerah tersebut juga dijadikan sebagai sebuah camp para tentara Belanda. berdasarkan Staatblad Van Het Nederland Indie tahun 1918 no. 185 menyatakan pemerintahan adiminstratif Tangerang dengan luas wilayah 1309 km2 dan ditetapkan juga sebagai Kontroler Avedeling dengan empat wilayah administrasi di bawahnya. Sebagai pemimpinnya di pilih seorang Demang dan kemudian diganti dengan Nama Wedana yakni Tangerang, Balaraja, Mauk dan Curug. Di kewedanaan Balaraja jabatan Demang dari tahun 1881 dan pada tahun 1907 di ganati menjadi Wedana
pejabatnya:Rangga Jaban Abdole Moehi 17 Maret 1881-1907
Mas Martoni Abdoel Harjo 17 Juli 1907-1910
Soeid bin Soeoed 31 Oktober 1910-1924
R. Soerya Adilaga 22 Mei 1924-1925
R. Abas Soerya Nata Atmaja 26 Febuari 1925-1925
R. Kandoerean Sastra Negara 28 November 1925-1928
R. Achmad Wirahadi Koesoemah 11 Mei 1928-1930
Mas Sutawirya 27 Oktober 1930-1932
R. Momod Tisna Wijaya 28 Mei 1932-1934
Toebagoes Bakri 1 Febuari 1934-1935
R. Muhamad Tabi Danu Saputra 20 Juni 1935-1940
Mas Muhamad Hafid Wiradinata 17 Juni 1940-…
Pada masa Jepang berkuasa, daerah tersebut dijadikan camp para tentara Jepang. Setelah Indonesia ini merdeka dari para penjajah, Balaraja dijadikan sebagai salah satu wilayah kecamatan bagian dari wilayah Kabupaten Tangerang.
No comments:
Post a Comment