Flu Spanyol, Lebih sadis dari corona - Balaraja untuk kita semua

Breaking

Friday, March 20, 2020

Flu Spanyol, Lebih sadis dari corona

Barak yang diperuntukkan penderita flu Spanyol di Camp Funston, Kansas, 1918.



World Health Organization (WHO) telah mengumumkan Covid-19 sebagai pandemi global. Sebelum ini, sejarah mencatat beberapa pandemi global dan beberapa di antaranya sangat mematikan. Flu Spanyol (Spanish flu) disebut sebagai pandemi terparah. Flu ini mewabah pada 1918, menyebar dengan sangat cepat dan mematikan. Baca juga: Virus Corona Pandemi Global, Apa Bedanya dengan Epidemi dan Wabah? Melansir Live Science, Jumat (13/3/2020), pandemi ini diperkirakan menginfeksi sepertiga populasi dunia dan menewaskan 50 juta orang, atau sekitar 10 persen dari jumlah penderita. Hal itu membuat flu Spanyol didapuk sebagai pandemi terburuk sepanjang sejarah. Merebak pada Perang Dunia I Outbreak virus ini bermula pada 1918, pada momen mendekati akhir Perang Dunia I. 

Para ahli sejarah percaya bahwa perang tersebut adalah penyebab buruknya pandemi ini. Para tentara hidup dalam kondisi yang sangat buruk dan jauh dari higienitas. Sistem kekebalan tubuh mereka melemah dan malnutrisi merajalela. Masalahnya, usai terinfeksi, biasanya para tentara merasa lebih baik usai tiga hari. Namun justru itulah momen di mana virus menyebar dengan cepat. Baca juga: Virus Corona Pandemi Global, Ini 6 Pandemik Terburuk Sepanjang Sejarah Pada musim panas 1918, para tentara mulai pulang ke negara dan rumah masing-masing. Dalam tubuh mereka terdapat virus flu Spanyol yang sudah tidak dirasakan lagi gejalanya. Hal itulah yang membuat virus ini cepat menyebar. Uniknya, mayoritas virus flu Spanyol menyerang orang berusia 20-30 tahun dengan kondisi tubuh yang sebelumnya fit. 


Kondisi Emergency Ambulance Station di Washington DC, AS, 1918.

Berawal dari China? 

Meski dinamakan Spanish flu, virus influenza ini bukan berasal dari Spanyol. Pada 2014, sebuah teori baru mengenai asal mula virus flu Spanyol.

Seperti diberitakan dari National Geographic, virus influenza ini diperkirakan berasal dari China yang dibawa oleh para pekerja ke Kanada pada 1917 dan 1918. Kebanyakan pekerja asal China tersebut merupakan petani dari wilayah terpencil di Negeri Tirai Bambu tersebut.

Mark Humphries dalam bukunya “The Last Plague” terbitan University of Toronto (2013) menyebutkan bahwa para pekerja ini menghabiskan enam hari di dalam kontainer. Mereka terisolasi di dalam kontainer tersebut, melintasi banyak negara sebelum tiba di Perancis. Di Perancis, para pekerja ini dipekerjakan untuk membetulkan rel kereta api dan jalan raya, serta reparasi benda-benda berat. Diperkirakan sekitar 90.000 pekerja China yang melakukan hal tersebut pada masa itu. Humphries menyebutkan bahwa 3.000 orang dari setiap 25.000 pekerja China mengakhiri perjalanan mereka di lokasi karantina medis.

Pada masa itu, karena tingginya rasisme terhadap warga Asia, penyakit mereka disebut sebagai “Chinese laziness” atau “kemalasan orang China” dan para dokter tidak menganggap penyakit tersebut sebagai sesuatu yang serius. Saat para pekerja tiba di utara Perancis pada awal 1918, banyak dari mereka yang menderita dan sakit. Ratusan dari mereka pun meninggal dunia.

Mengapa disebut flu Spanyol? 

Spanyol adalah salah satu negara pertama yang mengidentifikasi epidemi tersebut. Para ahli sejarah percaya bahwa ini merupakan hasil dari wartime censorship atau sensor perang. Pada masa itu, Spanyol merupakan negara netral sepanjang perang berlangsung sehingga bisa dengan bebas mempublikasikan penyakit tersebut lewat media massa. Sebagai hasilnya, orang awam mengidentikkan penyakit tersebut dengan Spanyol dan namanya menjadi Spanish flu.

Pada akhir musim semi 1918, kantor berita Spanyol bahkan mengirimkan pernyataan pada kantor Reuters di London bahwa “penyakit dan epidemi aneh telah muncul di Madrid”. 

Gejala flu Spanyol 

Gejala dari penyakit ini antara lain sakit kepala dan rasa letih, batuk kering, hilangnya nafsu makan, serta masalah pada pencernaan. Kemudian pada hari berikutnya, diikuti oleh keringat yang keluar secara berlebihan. Gejala tersebut terakselerasi setiap harinya. Penderita akan mengalami kesulitan bernapas atau masalah lainnya pada pernapasan. Mayoritas penderita flu Spanyol meninggal dunia akibat pneumonia. Baca juga: Virus Corona Bisa Hidup di Saluran Pernapasan 5 Minggu Pasca Penularan Pada musim panas 1918, virus tersebut menyebar dengan cepat ke negara-negara di daratan utama Eropa. Wina, Budapest, Hungaria menjadi hotspot juga sebagian Jerman dan Perancis. 

Pada 25 Juni 1918, epidemi tersebut telah mencapai Inggris. Epidemi kemudian berubah menjadi pandemi yang merebak ke seluruh dunia. Virus ini kemudian menyebar ke Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Pasifik Selatan. Di India, angka kematiannya bahkan mencapai 50 kematian per 1.000 orang. 

Flu Spanyol sampai saat ini masih menjadi pandemi terburuk dalam sejarah, yang menewaskan 1 hingga 3 persen populasi dunia. Pandemi flu Spanyol terus berlanjut sampai 1919, di mana jumlah penderitanya mulai berkurang.


No comments:

Post a Comment