Indonesia Negara Hasil Pemikiran Para Ulama - Balaraja untuk kita semua

Breaking

Wednesday, October 14, 2020

Indonesia Negara Hasil Pemikiran Para Ulama


"Semoga tulisan ini membuat kita memahami betapa besarnya peranan para ulama, dalam terbentuknya negara yang kita cintai ini".
Sungguh menyedihkan menyaksikan Kejadian pada beberapa tahun belakangan ini. Banyak sekali orang maupun kelompok yang menghina para ulama, melarang dakwah, bahkan hingga melakukan kekerasan pada para pewaris Nabi tersebut.

Karena masalah politik dan alasan persatuan bangsa, banyak pihak mendiskreditkan para ulama. Ulama dicap anti kebersamaan , bahkan dicap anti pancasila. Sungguh mereka benar-benar tidak mengetahui betapa besarnya peranan ulama di negeri ini.

Semoga tulisan berikut dapat memberi pemahaman kepada kita semua, betapa begitu besarnya peranan dan kontribusi para ulama kepada negeri tercinta ini.



1. Republik Indonesia, berasal dari gagasan para ulama Aceh.

Sejarah versi belanda menyebutkan bahwa nama Indonesia ditemukan oleh pihak barat pada tahun 1892. Dalam beberapa literatur lainnya disebutkan bahwa Tan Malaka adalah pencetus awal istilah Republik Indonesia. Hal ini didasarkan atas tulisan panjangnya yang berjudul Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia). Tokoh pergerakan kelahiran 1897 itu menulis bukunya pada usia 28 tahun. Tepatnya tahun 1925. 

Begitu fenomenalnya buku tersebut, sampai-sampai – menurut pengakuan Sayuti Melik – Bung Karno tak pernah meninggalkan buku tersebut dalam tiap memimpin klub debat kala belajar di Bandung. Begitu pula Muhammad Yamin. Dia tak hanya menyukai buku itu, tapi juga begitu mengidolakan Tan Malaka.

Namun, benarkah gagasan Republik Indonesia pertama kali Tan Malaka yang melontarkan? Tak adakah penulis dan pemikir Indonesia sebelumnya yang mempunyai gagasan tentang Republik Indonesia?.

Ternyata dalam beberapa naskah yang bertarikh lebih dahulu ketimbang buku Naar de Republiek Indonesia-nya Tan Malaka telah ada yang mengungkapkan gagasan tentang Republik Indonesia.

Gagasan tentang Republik Indonesia ternyata telah dikemukakan oleh beberapa ulama asal Aceh. Dimana gagasan tentang Republik Indonesia itu dituliskannya dalam beberapa naskah.


Dalam sebuah naskah yang berbentuk surat di Kesultanan Aceh istilah Republik Indonesia muncul. Kutipan teks tersebut sebagai berikut:

Surat nasehat istimewa kepada utusan kerajaan Aceh melawan Holanda [Kompeni Belanda]:

Bismillahirrahmanirrahim. Wal’aqibatu lil-muttaqin, washshalatu wassalamu ala sayyidina Muhammadin wa ala alihi washahbihi ajma’in. Fa’lam ya ikhwanalmuslimin al-asyi khushushiyatan [propinsi], ya ikhwanal muslimin wa ikhwanana Bawah Angin [nusantara] umumiyatan [nasional] Jumhuriyah al-Indonesiyah [Republik Indonesia].

Syahdan sebermula maka ketahuilah olehmu hai sekalian ikhwan bahwa pada tahun hijrah seribu dua ratus sembilahpuluh (sanah [tahun] 1290 H), yaitu pada satu hari bulan Muharram hari Sabtu, bertempat dalam Mesjid Baiturrahim, dalam Daru-d-dunya, yaitu di Istana Kerajaan Tuan Kita Paduka Sri Sultan Alauddin Mahmud Syah....”

Naskah yang tersimpan di Perpustakaan A. Hasyimi tersebut menunjukkan tanggal 1 Muharram 1290 H. Dimana dalam tabel Wolseley Haig, tanggal tersebut bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1873. Lima puluh dua (52) Tahun lebih awal dibanding bukunya Tan Malaka.

Istilah Jumhuriyah Indonesia juga muncul dalam naskah yang berangka tahun lebih awal lagi. Dalam sebuah tulisan Tengku di Mulik Sayyid Abdullah Jamalullail (w. 1299 H), pada tahun 1288 H atau bertepatan dengan tahun 1871 M, juga menulis istilah tersebut. Lebih hebatnya lagi, tulisan yang berisi tentang ramalan Syekh Ibrahim bin Husain Buengcala (Kuto Baro, Aceh), tersebut juga memuat kapan Jumhuriyah Indonesia akan merdeka.

Kutipan naskah yang telah disahkan dan distempel oleh Kesultanan Aceh itu berbunyi:

“Negeri bawah Angin [Nusantara] istimewanya akan lepas daripada tangan Holanda [Belanda], sesudah Cina bangsa lukid [mata sipit, maksudnya bangsa Jepang] masuk. Maka insya Allah ta’ala pada tahun Hijrah 1365 [yakni tahun 1945 Masehi] lahir satu kerajaan yang adil-bijaksana dinamakan al-Jumhuriyah al-Indonesiyah yang sah.....”

Dari dua naskah tersebut, setidaknya, dapat membantah bahwasannya penggagas Republik Indonesia pertama kali adalah Tan Malaka. Gagasan Republik Indonesia yang menggunakan istilah al-Jumhuriyah al-Indonesiyah itu adalah para ulama Aceh.



2. Bendera Merah Putih  Berasal dari Mimpi Seorang Ulama

Pada Muktamar NU tahun 1937 atas pesan Habib Idrus Salim Aljufri, Mbah Hasyim Asyari (KH. Muhammad Hasyim Asy'ari ) mengusulkan bahwa bendera Indonesia adalah Merah Putih.

Habib Idrus Salim Al Jufri, adalh pendiri Al Khairaat di Kota Palu (Sulawesi Tengah). Beliau adalah adik kelas Mbah Hasyim Asyari pernah mengatakan bahwa beliau pernah bermimpi Nabi Muhammad SAW dan pesan dalam mimpi itu adalah "nanti kalau Indonesia merdeka benderanya adalah Merah Putih".

3. Hari kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah hasil Istikharah Seorang Ulama

Founding father para tokoh pendiri bangsa kita terdahulu tidak sembarangan menentukan hari dan tanggal Kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Meskipun buku-buku sejarah tak mencantumkan jasa besar para ulama dan habib yang turut berperan sentral dibalik peristiwa monemental itu.

Kalam ulama dan petuah nasihat para habib menjadi pedoman sekaligus motivasi keberanian para pendiri bangsa mengambil keputusan-keputusan besar penuh risiko. Sebab doa-doa merekalah yang menyertai setiap langkah perjuangan pendirian bangsa ini sehingga semua bisa dicapai dengan penuh kegemilangan.

Ir Soekarno dalam banyak langkah mengambil keputusan besar, termasuk menentukan hari dan tanggal Kemerdekaan RI seringkali berdiskusi dan meminta pendapat para ulama di antaranya Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang.

Maka, ditentukanlah hari penuh berkah pada hari Jumat pagi pada tanggal 17 Agustus 1945 yang juga bertepatan dengan 17 Ramadhan. Tentu, kesesuaian ini bukan semata karena kebetulan atau kecocokan tanpa sengaja, melainkan atas dasar petunjuk istikharah, isyarat kewalian serta doa dari para ulama dan habib.



4. Paskibraka Pertama dibentuk oleh seorang Habib

Paskibraka yang dulu belum disebut dengan panggilan ini dicetuskan oleh Pria bernama Husein Mutahar (H Mutahar). H Mutahar sendiri adalah Mayor (Laut) yang merupakan salah satu dari ajudan Presiden pertama Indonesia, Soekarno.

Pria ini bernama lengkap Sayyid (Habib) Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar dan dipanggil dengan nama H. Mutahar. Beliau lahir di Semarang, 5 Agustus tahun 1916 dan wafat di Jakarta pada 9 Juni 2004.

Dikutip dari laman Majeliswalisongo Jumat (18/8/2017) menurut Ulama besar pengurus ponpes An-Nawawi Berjan, Gebang, Purworejo, KH. Achmad Chalwani Nawani, H Mutahar merupakan paman dari ulama besar Semarang, Habib Umar Mutahar.

Paskibraka dibentuk pada tahun 1946 atas perintah Presiden Soekarno kepada Mayor M. Husein Mutahar.
untuk  upacara kenegaraan peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1946 di Halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.

H Mutahar sempat berpikir bagaimana caranya upacara tersebut dapat menumbuhkan rasa persatuan bangsa. Akhirnya, Mutahar memutuskan, saat pengibaran bendera pusaka sebaiknya dilakukan oleh para pemuda Indonesia. Mutahar akhirnya menunjuk lima orang pemuda yang terdiri atas tiga orang putri dan dua orang putra sebagai perwakilan daerah yang berada di Yogyakarta untuk melaksanakan pengibaran bendera pusaka. Bukan tanpa alasan mengapa Mutahar hanya memilih lima pemuda dan pemudi. Alasannya, angka tersebut melambangkan Pancasila atau lima sila sebagai dasar negara Indonesia.

Selain berjasa pada dunia Paskibraka, pria yang mwafat pada 9 Juni 2004 silam ini berjasa menyelamatkan sang Merah Putih saat Agresi Militer Belanda II mengepung Gedung Agung, Jogja pada 19 Desember 1948.



H Mutahar kembali menangani soal pengibaran bendera pusaka ketika dipanggil oleh Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, pada tahun 1967. Dengan ide dasar dan pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, Mutahar kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok.

H Mutahar mengembangkan Paskibraka menjadi tiga kelompok yang seirama dengan momen 17-8-45 atau tanggal 17 Agustus 1945, yaitu: Kelompok 17 sebagai Pengiring atau Pemandu Kelompok 8 sebagai Pembawa atau Inti Kelompok 45 sebagai Pengawal Kala itu, dengan kondisi yang ada, Mutahar melibatkan putra daerah yang ada di Jakarta dan anggota Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran bendera pusaka. Mulai tahun 1972, anggota Paskibraka merupakan siswa/siswi SMA utusan dari semua provinsi di Indonesia.

H Mutahar, Pria yang menguasai enam bahasa ini juga berjasa menciptakan lagu-lagu kebangsaan, diantaranya Hari Merdeka, Hymne Indonesiaku dan Dirgahayu Indonesiaku.

Penutup

Semoga tulisan ini membuat kita memahami betapa besarnya peranan para ulama, dalam terbentuknya negara yang kita cintai ini.

Sumber: Rumah Baca Mawar, Kompas.com, Islami.co, beritatrans, tempo








1 comment: