Masjid ini bermula dari didirikannya sebuah bangunan berupa gubuk kecil pada tahun 1412 Oleh seorang penyiar agama islam yang konon bernama Ki Tengger Jati yang berasal dari kerajaan Galuh Kawali. Yang merupakan murid dari Syekh Syubakir.
Gubuk tersebut difungsikan sebagai tempat tinggal dan juga tempat beribadah. Lokasi gubuk tersebut berada di tepian sungai Cipamungkas (sekarang namanya sungai Cisadane).
Dalam kurun waktu empat tahun, bangunan tersebut semakin diperbesar higga akhirnya menjadi sebuah masjid Dan pada tahun 1445 Masjid tersebut semakin diperbesar atas prakarsa seorang ulama dari persia yang bernama Said Hasan Ali Al-Husaini, atau lebih dikenal dengan nama Syekh Abdul Jalil. Beliau singgah di masjid tersebut dalam perjalannya menuju kerajaan Banten.
Seperti ciri khas masjid di pulau jawa, pada bagian tengah masjid tersebut juga terdapat 4 pilar (tiang) yang berfungi menjadi penopang bangunan. Konon salah satu pilar tersebut adalah hadiah dari Sunan Kali Jaga. Hingga saat ini ke empat pilar tersebut masih berdiri kokoh dan terawat.
Walaupun sudah difungsikan sebagai tempat Ibadah, namun masjid tersebut belum secara resmi ditetapkan menjadi sebuah masjid. Hingga Pada tahun 1576 masjid tersebut akhirnya secara resmi diteteapkan menjadi masjid dan diberi nama Masjid Jami Kali Pasir.
Masjid tersebut merupakan masjid tertua di Kota Tangerang. Usianya kini 4 abad lebih. Terletak di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Masjid Jami Kalipasir berdiri di tengah-tengah permukiman warga. Masjid itu memiliki warna krem di dinding luarnya dan didominasi warna putih di bagian dalam. Gentingnya berwarna hijau.
Bangunan masjid itu sejatinya menghadap ke arah barat, tepatnya menghadap ke Sungai Cisadane. Namun, tak ada pintu masuk di bagian muka masjid itu. Di bagian muka masjid yang merupakan halaman utama terdapat sejumlah makam.
Jamaah yang akan memasuki area peribadatan, pun berziarah ke makam-makam di sana, bisa masuk melalui pintu yang terletak di sisi utara dan sisi selatan masjid. Begitu memasuki area dalam masjid, jemaah akan melihat kokohnya empat pilar berwarna hitam yang berdiri tepat di bagian tengah Masjid Jami Kalipasir.
Arsitekturnya yang bergaya lama dengan sentuhan modern di beberapa sisi seolah turut menceritakan perjalanan sejarah masjid ini. Tak heran memang, sebab sejak awal berdiri masjid ini telah mengalami beberapa kali perubahan.
"Waktu awal berdiri tiangnya dari batang kelapa dan atapnya dari daun kelapa, sekarang tiangnya dari pohon jati," kata Dewan Penasehat Masjid Jami Kali Pasir, Achmad Sjairodji.
Setelah berdiri ratusan tahun, masjid ini memiliki perjalanan sejarah yang kaya. Salah satunya adalah upacara yang biasa dilakukan saat perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad.
Sejak tahun 1926, untuk merayakan peringatan tersebut Masjid Jami Kali Pasir membuat replika perahu sepanjang tiga meter dari kerangka bambu. Di dalamnya, aneka buah dan hasil bumi tanda kemakmuran disajikan sebagai ucapan rasa syukur.
"Perahunya ditaruh di dalam masjid, sampai sekarang (tradisinya) masih dilakukan," tambah Sjairodji.
Sjairodji mengatakan, dulu perahu yang digunakan untuk perayaan akan langsung dibuang. Tetapi kini banyak masukan warga untuk membuat perahu dari bahan lain sehingga lebih awet dan lebih berwarna.
"Kalau sekarang ada yang dibawa pawai keluar perahunya, ke jalan-jalan," tambahnya.
Menurut Sjairodji, masjid berusia 4 abad lebih ini tidak lagi difungsikan sebagai tempat Salat Jumat. Kehadiran Masjid Agung Al-Ittihad menggantikan peran Masjid Jami Kali Pasir dan beberapa masjid mungil yang ada di sekitarnya.
No comments:
Post a Comment