Gantarawang, Negeri Jin di Banten - Balaraja untuk kita semua

Breaking

Saturday, November 27, 2021

Gantarawang, Negeri Jin di Banten

Gantarawang terletak di Caringin Pasir, Kecamatan Tunjung Teja, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Lokasi ini bisa ditempuh mulai dari exit tol serang timur, kemudian dilanjutkan dengan melalui jalan lingkar luar  Kota serang, dan dilanjutkan ke arah jalan raya Petir serang.

Gantarawang, adalah suatu tempat yang berupa padang alang-alang dan semak-semak. Konon di tempat ini terdapat suatu negara yang tidak dapat dilihat oleh mata secara lahiriah.  Penduduk kecamatan Petir dan Tujung Teja sangat mengenal betapa angkernya negeri Gantarawang ini. Mendengarnya saja sudah merinding. Bahkan dulu, ada larangan untuk anak-anak kecil, tidak boleh mengucapkan kata “gantarawang” dengan alasan "pamali."

Berdasarkan cerita yang beredar di Masyarakat, makhluk halus yang menghuni Gantarawang adalah sebangsa siluman. Siluman penghuni Gantarawang itu berasal dari prajurit kerajaan Medang Gili. Dahulu, terdapat kerajaan sebelum Kerajaan Islam datang di Banten, nama kerajaannya Medang Gili, Rajanya bernama Pucukumun.

Kerajaan kecil ini dibawah kerajaan Pajajaran bagian barat yaitu Pakuan. Penduduk kerajaan itu mayoritas memeluk agama Hindu. Ketika Sultan Hasanudin datang menyebarkan agama Islam terjadilah perang tanding. Perang tanding terjadi disebabkan Kerajaan Medang Gili tidak ingin memeluk Islam.

Maka dibuatlah perjanjian, pihak yang kalah harus meninggalkan Medang Gili. Perang tanding itu terjadi di wilayah Banten Girang. Sultan Hasanudin dibantu santrinya Ki Agus Jo dan Ki Mas Jong.

Dalam pertempuran Raja Pucukumun kalah. Sesuai perjanjian, dia pergi dari Medang Gili, lenyap tak berbekas. Raja Pucukumun tidak diketahui keberadaannya, hanya petilasannya saja yang tersisa. Pengikut-pengikutnya melarikan diri ke segala penjuru, ke Malingping, Kanekes, Cibeo. Mereka yang kabur ke tersebut menjadi Suku Baduy.

Banyak cerita mistis yang beredar tentang ke angkeran Gantarawang. Menurut cerita dari mulut ke mulut para kasepuhan, negeri Gantarawangitu sama seperti di alam nyata. Bahkan banyak cerita dari para pedagang makanan yang terjebak berdagang di tontonan wayang golek dalam hajatan di negeri Gantrawang. Barang dagangan terjual habis, uang terkumpul banyak. Akan tetapi begitu mau dihitung, bukan uang yang ada, tapi daun-daunan. Karena kaget, pedagang menyebut nama Allah, dan seketika itu juga dia baru menyadari, bahwa dia berada di semak-semak dan alang-alang. Lebih aneh lagi, justru wayang yang dipentaskan dalam hajatan itu dipanggil dari alam nyata. Entah siapa yang datang memanggil rombongan wayang itu. Para nayaga wayang kebingungan mengangkut gamelan, karena berada di semak-semak. Padahal waktu datang ke tempt itu, mereka menggunakan kendaraan melewati jalan raya menuju ke panggung.

Banyak lagi peristiwa aneh yang terjadi secara rutin di perkampungan sekitar negeri Gantarawang. Peralatan dapur hilang tiba-tiba, tapi beberapa hari kemudan sudah berada di tempat semula, tanpa diketahui siapa yang mengantarkannya. Menurut para kasepuhan, itu terjadi karena di negara Gantarawang sedang musim hajatan. Hewan peliharaan, terutama ayam, mendadak sakit terkena “lelentuk” dan mati. Menurut mithos, sebenarnya hewan-hewan peliharaan tersebut tidak sakit, tapi diambil oleh penduduk negara Gantarawang yang mau mengadakan kendurian. Sedangkan bangkai hewan sendiri hanya tipuan pandangan mata saja. Dan banyak lagi peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar logika manusia. Penduduk di sekitar negara Gantarawang itu sudah tidak aneh lagi.

Menurut anggapan masayarakat Tunjung dan Petir negara Gantarawang itu penguasanya bernama Haji Deeng. Dan apa benar anggapan masyarakat bahwa H. Deeng adalah penguasa negeri Gantarawang? Berdasarkan data-data yang berhasil penulis rangkum, H. Deeng adalah orang kasepuhan yang baik dan sholeh. Beliau adalah seorang guru ngaji, sekaligus juga guru tasawuf, yang mengajar para murid atau santrinya di bale rombeng, yaitu gubug-gubug tempat para santri menginap (sejenis tempat cost).

Panggilan H. Deeng bukan bukan nama sebenarnya, tapi hanya julukan. Nama aslinya adalah H. Tb. Yali. Selain berprofesi sebagai guru ngaji, H. Deeng juga suka memotong kerbau dan sebagian dagingnya diolah menjadi dendeng, yang dalam bahasa sunda setempat menyebutnya deeng. Karena profesinya sebagai tukang dendeng itulah, maka selanjutnya masyarakat memanggilnya dengan sebutan H.Deeng. Demikian Nama H. Deeng dikenal sampai sekarang. Dalam seri kesatu disebutkan bahwa H. Deeng adalah penguasa negeri Jin Gantarang. Sebenarnya anggapan tesebut keliru. Yang sebenarnya, H. Deeng adalah orang alim yang memiliki ilmu tinggi.

Lokasi Bale Rombeng H. Deeng bersebelahan dengan lokasi negeri jin Gantarawang, dipisahkan oleh kali dan petakan-petakan sawah. Di kali dan sawah itu para santri sering mengambil ikan. Jenis ikan yang paling banyak di tempat itu adalah lele dan gabus. Mereka menangkap ikan tersebut dengan cara menggunakan perangkap yang disebut bubu. Perangkap yang mereka pasang selalu ada yang mengganggu, dengan cara membuka semua tutup bubu. Mungkin mereka tujuannya agar ikan tidak masuk perangkap.

Ikan-ikan di situ menyimpan banyak misteri. Hal ini sering dialami oleh penduduk yang memancing di situ, mendapat ikan sangat banyak sampai lupa pulang. Jika terjadi hal seperti itu, biasanya ada kejadin yang luar biasa. Konon kabarnya sering terjadi pemancing ditampar oleh ikan gabus yang sangat besar. Akibatnya orang tersebut mengalami sakit dadakan, bahkan terkadang ada yang sampai menemui ajalnnya.

Pada suatu hari, H. Deeng bersama dengan para santri megintip bubu (alat perangkap ikan) yang mereka pasang. Baru kali itu mereka menangkap basah sejumlah makhluk hidup yang sedang membuka semua tutup perangkap ikan. Makhluk-makhluk tersebut berpostur tingi-tinggi, berwarna putih, dengan bentuk kepala kotak, dan wajahnya tidak jelas. Melihat kejadian itu H. Deeng turun tangan, dan menantang para makhluk tersebut, disuruh mendatangkan rajanya. Makhluk-makhluk tersebut tidak berani melayani tantangan H. Deeng. Meraka sujud mengaku kalah dan menyerah. Kemudian H. Deeng mengusir kerajaan jin Gantarawang. Akan tetapi Raja jin mengambil keputusan untuk tidak mengganggu H. Deeng dan turunannya. Kerajaannya tidak pindah semua, tetapi dibagi menjadi dua. Sebagian pindah ke “lawang seketeng” yang berdomisili di Ujung kulon, dan sebagian lagi menetap di situ, sampai sekarang.


Misteri lain pernah dialami oleh seorang petani yang memotong ranting pohon beringin yang merunduk ke sawah yang padinya siap dipanen. Dari potongan ranting tersebut bercucuran darah segar. Petani tersebut mendadak sakit yang luar biasa. Untung saja ada orang yang tahu dan mengerti terhadap apa yang terjadi, dan petani tersebut berhasil diselamatkan. Besok paginya terjadi sesuatu yang benar-benar di luar logika. Potongan ranting-ranting yang dipangkas tersebut telah kembali menyambung seperti sedia kala. Misteri-miteri tersebut dikisahkan oleh mang Kamsari, yang kini telah almarhum. Penulis sendiri memperoleh informasi ini dari tetangganya yang bernama Dimyati. Dan kini dia telah menjadi kasepuhan.

Selain itu satu misteri lagi yang sangat kental dikenal oleh masyarakat setempat. Bersebelahan dengan lokasi Bale Rombeng milik H. Deeng terdapat dukuh Keromong, yaitu hutan yang setiap tahunnya dijadikan tempat tanggapan atau pergelaran wayang golek. Konon katanya penduduk kerajaan jin ini sangat menyenangi kesenian wayang golek, seperti yang telah dibahas pada seri kesatu.

Sekitar tahun 1975 di beberapa titik di wilayah kecamatan Petir, termasuk wilayah Gantarawang, pernah dilakukan pengeboran minyak tanah. Pengeboran tersebut tidak dilanjutkan, karena berdasarkan penelitian kadar minyak yang dikandungnya hanya mampu bertahan selama lima puluh tahun. Dalam proyek pengeboran tersebut juga terjadi peristiwa yang benar-benar tidak bisa diinterpretasi dengan penalaran dan logika. Satu persatu para pekerja menghilang. Bahkan banyak para pekerja yang hilang tanpa karana, waktu istirahat dan makan bersama. Karena ketakutan, semua pekerja meninggalkan proyek tersebut tanpa menghiraukan upah kerja yang belum dibayar.

Pada tahun 2006, pemerintah memprogramkan pembangunan perumahan bagi para pengungsi tsunami Aceh yang dikenal dengan istilah eksodan. Gantarawang temasuk wilayah yang dipilih untuk proyek tersebut. Pembangunan belum selesai seratus persen, dan baru ada penguni beberapa keluarga, terjadi peristiwa yang luar biasa. Bangunan tersebut disapu angin besar menghabiskan perumahan tersebut sampai rata dengan tanah. Anehnya angin tersebut hanya terjadi di seputar wilaya perumahan. Gagallah program tersebut, dan diitinggalkan oleh kontraktonya.

Satu misteri yaitu cerita nyata tentang tukang ojeg yang dikenal dengan panggilan Kotet. Pada suatu malam Kotet mengantarkan muatan seorang nenek ke Tunjung Teja. Setelah sampai di rumahnya, si nenek tidak memberi ongkos dengan alasan tidak punya uang. Lalu si nenek memberikan sebuah kain emban sebagai pengganti ongkos. Si nenek melarang Kotet pulang karena sudah terlalu malam, dan Kotet menginap di rumah si nenek. Singkatnya ketika bangun pagi Kotet terkejut, karena ternyata dia tidur di semak-semak dan alang-alang.

Setelah mengalami kejadian itu Kotet berhenti menjadi tukang ojeg. Dan sekarang Kotek memiliki kemampuan dapat mengobati berbagai penyakit. Setiap hari Kotet hanya duduk-duduk di rumah, menunggu pasien yang datang meminta tolong untuk disembuhkan penyakitnya.

Sumber: Dari berbagai sumber...


No comments:

Post a Comment