Hitam pekat, kental, dan manis. Begitulah wujud fisik dan rasa kecap manis pada umumnya. Bahan baku utamanya adalah campuran kedelai hitam dan gula merah yang menyebabakan warna kecap manis menjadi hitam kecoklatan dan hitam legam. Di balik warna hitam legam tersebebut menyimpan kemanisan dunia yang tiada tara. Produk ini merupakan hasil olahan bangsa tionghoa yang masuk ke Indonesia pada zaman dahulu dan mendirikan pabrik-pabrik kecil yang memproduksi kecap manis. Rasa manis kecap tersebut menjadikannya terkenal di kalangan penduduk asia, khususnya melayu yang menyukai rasa manis. Banyak masakan-masakan melayu-indonesia yang menggunakan kecap manis sebagai pelengkap dan bahkan unsur utama yang membuat masakan itu berbeda. Sebut saja seperti Sate Madura, Ketoprak, Gado-Gado, Nasi maupun Mi Goreng, Soto Betawi, hingga hidangan laut yang biasa disajikan dengan cara dibakar.
Tangerang merupakan cikal bakal produk kecap manis terkenal yang sekarang umum di pasaran. Hal ini tak lepas dari peran kaum etnis tionghoa benteng (Cina Benteng) yang menetap di daerah Tangerang. Lewat mereka lahirlah usaha-usaha produksi kecap dan salah satunya adalah Kecap Benteng (Siong Hin) yang telah eksis sejak tahun 1920. Usaha ini diwarisi turun-temurun hingga sekarang. Masyarakat Tangerang sangat bangga akan produk kecap yang benar-benar asli dari Kota Tangerang. Tak heran bila kita berkunjung ke Tangerang dan melihat banyak penjaja makanan, baik kaki lima maupun restoran sederhana mayoritas menggunakan Kecap Benteng (Siong Hin). Sayapun heran, setiap kali saya jajan diluar, entah hanya membeli kudapan kecil seperti batagor, siomay, dan bakso ataupun makanan berat seperti ketoprak dan nasi, atau mi goreng, selalu saja penjual makanan tersebut memakai Kecap Benteng dengan merk Siong Hin. Ternyata tidak hanya Kota saja, tetapi dipenjuru provinsi Banten kecap merek Siong Hin telah dikenal luas.
Walaupun kini pasar telah dikuasai pemain-pemain besar, ternyata keaslian dan kekhasan Kecap Benteng (Siong Hin) telah mendapat tempat dalam hati setiap pelanggan setianya. Walaupun tak tersohor layaknya merek kecap yang lain, Kecap Benteng (Siong Hin) telah menunjukkan bahwa kualitas produk yang diciptakan telah memberi keuntungan tak ternilai : sebuah kepercayaan dan kebanggaan masyarakat Kota Tangerang.Sejarah tentang kecap ini harus tetap melekat pada Kota Tangerang dan etnis Cina Bentengnya. Tentunya warisan berharga ini dapat dirawat dan dilestarikan, sehingga dapat memperkaya keunggulan dan ciri khas Kota Tangerang sendiri.
Didirikan oleh Lo Tjit Siong pada 1920, pabrik dan distribusinya masih di situ: jalan Saham, Tangerang lama, di sebuah bangunan tua yang dicat abu-abu, mengingatkan pada warna stasiun kereta. “Kecap dari jaman saya kecil,” banyak orang mengenang demikian untuk usaha yang beralih nama menjadi Firma Sehat ini.
Tak ada promosi menggebu. Orang datang untuk mendapatkan ‘kecap asli yang sedap’ itu. Seolah khawatir kehabisan stok dua jenis yang memang dibikin terbatas: asin dan manis. Yang manis ada yang berlabel kuning (kelas satu) dan merah (kelas dua).
Sang Bango pun ternyata berasal dari Benteng.
BANGO itu terbang tinggi. Dari jago lokal, dia menjadi bintang di tingkat nasional. Bermula dari pojok kampung di daerah Benteng, Tangerang, pada 1928, kini sang Bango mudah dijumpai di toko kelontong di hampir seluruh penjuru Indonesia. Delapan puluh satu tahun silam, suami-istri Tjoa Pit Boen (Yunus Kartadinata) dan Tjoa Eng Nio mengawali cikal bakal Kecap Bango di rumah mereka di Benteng. Sayang, jejak awal sudah amat samar. Napak tilas Tempo di kawasan Benteng tak menemukan sarang pertama sang Bango.
No comments:
Post a Comment