Pondok Pesantren Salafiyah Al-Istiqlaliyah yang berdiri sejak tahun
1957 M. Didirikan oleh seorang ulama besar di wilayah Kabupaten
Tangerang, bernama KH. Dimiyati (almarhum). Merupakan seorang ulama yang
memiliki komitmen kuat dalam menjaga tradisi kepesantrenan yang saat ini
juga dilanjutkan oleh putra beliau, KH. Uci Turtusi sejak sepeninggalnya
di awal tahun 2001.
Berguru Kepada 32 Guru
Pengalaman Abah Uci dalam hal belajar sangatlah unik dan menarik untuk
disimak. Abah Uci adalah Gurunya para guru, Ketawadhuan dalam
menerima hinaan orang dan selalu menutupi bahwa beliau adalah anak dari
dari Abuya Dimyathi al-Bantani,
Beliau dikenal sangat haus akan ilmu. Karena itu, ia belajar ilmu agama
pada banyak pesantren kepada 32 orang guru selama 32 tahun, lama mondoknya
beliau disuatu tempat berbeda-beda ada yang 3 tahun lebih bahkan ada yang
hanya 1 hari, apabila sudah banyak orang yang tahu bahwa Beliau adalah
anak Abuya Dimyathi al-Bantani maka Beliau akan pindah bahkan apabila sang
guru mengetahui Beliau Anak seorang Abuya maka Sang Kyai malah gak berani
menerimanya sebagai murid.
Suatu ketika saat beliau mondok di Abuya Yusuf Caringin. Beliau pernah
ditegur & dimarahi oleh KH.Opang, adik ipar Beliau yg saat itu
menjadi Lurah kobong disana. KH.Opang marah karena melihat beliau
malas-malasan jarang mengaji, sempat ditanya
“Kamu tinggalnya dimana?” tanya Abah Opang
“Di Cilongok” jawab Abah Uci.
“Dekat sama tempat Abuya Dimyati?” tanya Abah Opang.
“Ya.. dekat” jawab beliau.
“Makanya ente jangan malu-maluin orang Cilongok, ngaji yang benar kalo
gak serius lebih baik pulang” hardik Abah Opang.
“Ya…siap” jawab Beliau.
Belasan tahun kemudian saat KH.Opang akan menikahi adik Abah Uci.
Sang istri belum mau naik ke panggung pelaminan sebelum ketemu abangnya
yg belum sampai di rumah yaitu Abah Uci, dan saat itu KH.Opang sangat
kaget ternyata santri yang sering dia marahi sewaktu mondok adalah calon
kakak iparnya.
Seorang Perokok
Ada yang menarik dari sosok Abah Uci, adalah bahwa beliau
juga seorang perokok. Bahwa kampanye rokok menyebabkan kebodohan,
hanyalah bualan belaka. Karena fakta menunjukkan, para perokok adalah
masyarakat yang giat bekerja keras dan banyak tokoh yang cerdas meski
ia merokok.
Pada sebuah pengajian, Abuya Uci bercerita soal pengalamannya merokok
di Singapura. Kita sama-sama tau bahwa Singapura adalah negara yang
sangat ketat soal rokok.
Dan menurut beliau,Setiap kali Abuya membuang puntung rokok, polisi
Singapura yang menjaganya selalu memungut puntung rokok beliau dan
kemudian menghisapnya.
Pengajian Dengan Ribuan Jamaah
Berdiri di atas lahan seluas ± 4,5 HA, di lingkungan komplek
pesantren terdapat tiga buah masjid dan satu buah lagi di luar lokasi
pesantren. Cukup unik karena tidak seperti kebanyakan pesantren yang
hanya memiliki satu masjid. Karena di pesantren ini pada tiap hari
Ahad ba’da Subuh selalu dilaksanakan majelis akbar bagi masyarakat
luas yang langsung dipimpin oleh Abah Uci.
Tradisi ini telah berlangsung lama sejak masa kepemimpinan KH.
Dimiyati. Jumlah jamaah yang mengikuti pengajian inipun sangat
banyak, tidak kurang dari 5.000 orang datang dari sekitar wilayah
Tangerang, Banten, Bogor, Bekasi dan juga Jakarta. Pada majelis
akbar tersebut, materi yang diberikan lebih mengarah kepada
bimbingan kerohanian, etika keagamaan dan nasehat-nasehat yang
menenangkan bagi masyarakat. Hal ini menjadi kebutuhan spiritual
bagi masyarakat luas terutama di wilayah Tangerang.
Tidak hanya sekedar untuk mengaji, kehadiran masyarakat pada saat
majelis akbar tersebut juga tidak lepas dari kebesaran sosok Abah
Uci sebagai ulama kharismatik yang dikenal memiliki kedalaman ilmu
agama dan keberkahan sebagai seorang ulama. Tidak jarang seusai
pengajian para tamu yang hadir meminta keberkahan untuk didoakan dan
menyampaikan persoalan-persoalan mereka untuk diberi bimbingan dan
jalan keluar oleh Abah Uci.
Berada di tengah-tengah masyarakat modern dengan lanscape kota
industri, tidak menggoyahkan prinsip pesantren ini dalam menjaga
tradisi salafiyah. Kesan tradisional Pesantren Al-Istiqlaliyah
tampak jelas dalam manajerial pondok yang masih mempertahankan
sistem kekeluargaan. Pengelolaan pesantren dilakukan oleh keluarga
besar almarhum KH. Dimiyati dengan amanah kepemimpinan yang dipegang
langsung oleh Abah Uci (dibantu juga oleh keluarga).
**** Dari berbagai sumber
Baca juga:
No comments:
Post a Comment