Kabupaten Tangerang dalam Perspektif - Balaraja untuk kita semua

Breaking

Wednesday, December 15, 2010

Kabupaten Tangerang dalam Perspektif


KABUPATEN TANGERANG, wilayah ini berbatasan dengan Kabupaten Serang, Bogor, dan DKI Jakarta dengan luas 111.038 hektar. Kabupaten Tangerang adalah lokasi yang strategis untuk rute penyeberangan Jawa - Sumatera dengan dapat membawanya melalui jalan tol Jakarta Merak. Sebagai daerah yang merupakan penyangga modal, kawasan ini berkembang sebagai kawasan perumahan, industri, perdagangan, dan layanan.





Memang, pada awal abad ke-16, zaman Kerajaan Sunda, Tangerang muncul sebagai kota pelabuhan bersama dengan Banten dan Kalapa (sekarang Jakarta), sebagaimana disaksikan dan dicatat pada tahun 1513 oleh Tome Pires, seorang Portugis. Perbedaan antara ketiganya hanya pada tingkat kualitas dan kuantitas kegiatan. Kalapa menempati tingkat tertinggi karena lokasinya terdekat dan dapat langsung dihubungkan dengan jalan dan jalur air (Sungai Ciliwung) dengan Pakuan Pajajaran yang merupakan ibu kota Kerajaan Sunda. Selain itu, Kalapa adalah pusat kota pelabuhan Kerajaan Sunda. Di bawahnya adalah kota pelabuhan Banten yang merupakan kota pelabuhan paling barat.

Banten menempati posisi yang strategis, setelah Malaka diduduki oleh Portugis (1511) karena Selat Sunda dan pantai barat Sumatera menjadi jalur perdagangan utama. Perkembangan di bidang kehidupan beragama telah berkembang dengan cukup baik. Ini bisa dilihat dengan banyaknya pembangunan rumah ibadah dan semakin banyaknya orang yang setia dan mengabdi sehingga tercipta keharmonisan dalam kehidupan beragama.




Pesatnya perkembangan di Kabupaten Tangerang telah membuktikan bahwa pembangunan di kabupaten ini telah berhasil. Ini semua tidak dapat dipisahkan dari hasil pengembangan sebelumnya. Sebagai sebuah kabupaten yang memiliki populasi yang beragam, tidak heran jika seni juga dipengaruhi oleh berbagai elemen seperti pengaruh budaya Cina, Melayu, Jawa, dan Betawi, seperti Wayang Cokek.



Sejarah Kabupaten Tangerang ditandai oleh empat hal utama yang saling terkait. Keempat hal tersebut adalah peran Sungai Cisadane; Lokasi Tangerang di perbatasan antara Banten dan Jakarta; status bagian terbesar dari wilayah Tangerang sebagai tanah pribadi untuk waktu yang lama; dan pertemuan beberapa etnis dan budaya di komunitas Tangerang.

Sungai Cisadane membentang dari selatan di daerah pegunungan ke utara di wilayah pesisir. Sungai ini memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat penghuninya hingga hari ini. Yang berubah hanya tipe peran. Sejak zaman Kerajaan Tarumanagara (abad ke-5) sampai awal Hindia Belanda (awal abad ke-19) sungai ini memiliki peran sebagai saluran air yang menghubungkan daerah pedalaman dengan wilayah pesisir, serta sumber manusia. mata pencaharian tinggal di sepanjang sungai ini.

Setelah itu yang lebih menonjol adalah perannya sebagai sumber irigasi untuk mengairi lahan pertanian (pesawahan dan perikanan) di daerah dataran rendah bagian utara Tangerang. Dengan peran pertama itu, produk pertanian dari pedalaman (lada, beras, kayu, dll.) Dapat dipasarkan ke daerah pesisir dan luar Tangerang. Di sisi lain, kebutuhan hidup penduduk pedesaan (garam, kain, keramik, dll.) Dapat didatangkan dari daerah pesisir dan luar Tangerang.

Sementara peran kedua dapat meningkatkan produksi pertanian, terutama produksi beras, selain mencegah bahaya banjir. Tangerang menempati posisi terendah karena lokasinya berada di antara dan berdekatan dengan Banten dan Kalapa. Lokasi ketiga kota pelabuhan tersebut berada di sekitar muara sungai, yaitu Sungai Cibanten untuk kota pelabuhan Banten, Sungai Cisadane untuk kota pelabuhan Tangerang, dan Sungai Ciliwung untuk kota pelabuhan Kalapa.

Menurut Uka Tjandrasasmita 1987 dalam perjalanannya dari pertengahan abad ke-16 Banten dan Jayakarta (pergantian nama dari Kalapa sejak di bawah pemerintahan Islam tahun 1527) berkembang sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan perdagangan. Didukung oleh Cirebon dan Demak, Banten meningkat pesat sebagai pusat penyebaran Islam, pemerintahan, dan perdagangan maritim di bagian barat Tatar Sunda dan Sumatera bagian selatan.

Puncak emas Kesultanan Banten terjadi sekitar pertengahan abad ke-17, pada masa pemerintahan Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1684). Adapun Jayakarta, yang awalnya berfungsi sebagai penutupan hubungan antara Pakuan Pajajaran dengan dunia luar dan merupakan bagian dari Kesultanan Banten, setelah jatuh ke Kompeni Belanda (1619) dan namanya diganti dengan Batavia, ia berhasil mengembangkan dirinya . Pada mulanya Batavia bertindak sebagai pusat posisi dan pusat perdagangan Kompeni (VOC) di nusantara, kemudian (sejak 1800) menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan internasional di pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Sejak dekade kedua 1600-an antara Banten dan Batavia terjadi persaingan dagang yang sengit. Di satu sisi Kompeni Belanda mendesak keinginannya untuk melakukan monopoli perdagangan di Kesultanan Banten. Di sisi lain, Sultan Banten sendiri mempertahankan sistem perdagangan bebas dan kedaulatan negara. Persaingan sangat keras sehingga berkembang menjadi konflik politik dan akhirnya konflik bersenjata awal (1652) mengambil bentuk konflik bersenjata tertutup, tetapi kemudian (1659) dalam bentuk perang terbuka.

Dalam suasana konflik, Tangerang menjadi daerah pertahanan sekaligus medan pertempuran dan wilayah yang diperebutkan antara Banten dan Batavia. Lebih jauh, pihak Banten membangun benteng di sisi barat Sungai Cisadane dan Kompeni Belanda membangun benteng di sebelah timur Sungai Cisadane. Itulah sebabnya, di masa lalu daerah ini dikenal sebagai Benteng, maka nama Tangerang muncul.

Dengan mengerahkan prajurit Kompeni dalam skala besar, terutama prajurit sewaan dari kalangan masyarakat nusantara, dan taktik pertempuran (divide et impera), Kesultanan Banten secara bertahap jatuh ke tangan Kompeni Belanda. Pada awalnya (1659) wilayah timur Sungai Cisadane jatuh ke Kompi, kemudian mendarat di sepanjang Sungai Cisadane dari hulu ke muara dan daerah selatan Sungai Cisadane ke Laut Selatan (Samudra Hindia) bertekad untuk memasuki Wilayah Batavia (1684) Akhirnya (1809), Kesultanan Banten dihapuskan dan semua wilayahnya dimasukkan ke dalam wilayah Hindia Belanda.

Sejak itu, posisi Tangerang telah berakhir sebagai daerah perbatasan antara Banten dan Jakarta, karena sepenuhnya berada di bawah kendali pemerintah Hindia Belanda. Perubahan pemegang kekuasaan atas wilayah Tangerang memberikan cara untuk perubahan status daerah. Awalnya status daerah yang diperebutkan antara Banten dan Batavia, Tangerang menjadi area tanah pribadi di bawah Batavia. Sepotong tanah di Tangerang dikontrol oleh perorangan dan perusahaan. Sejumlah tuan tanah muncul di daerah ini yang umumnya terdiri dari orang-orang Belanda dan Cina. Selain mengendalikan tanah yang subur dan lingkungannya, mereka juga mengendalikan penduduk yang tinggal di tanah itu. Penduduk lokal wajib mengerjakan tanah yang dimiliki oleh tuan tanah dengan upah kecil, meskipun mereka juga harus membayar berbagai pajak dan retribusi lainnya. Oleh karena itu, ada perbedaan yang sangat mencolok antara tingkat kesejahteraan pemilik tanah dan tingkat kesejahteraan penduduk asli. Selain itu, tuan tanah lebih kuat daripada pejabat pemerintah adat.

Tuan tanah dilindungi dan dibantu oleh sejumlah mandor yang bertindak sebagai juara dan berstatus sebagai karyawan tuan tanah. Keberadaan dan fungsi champion di komunitas Tangerang pada waktu itu menjadi gejala dan karakteristik umum dari lingkungan tanah pribadi. Situasi dan kondisi seperti itu membentuk struktur dan karakter komunitas individu di lingkungan tanah pribadi. Pendidikan sekolah hampir tidak tersentuh oleh sebagian besar penduduk asli. Mereka memprioritaskan pendidikan informal dari masing-masing guru Islam, atau di sekolah asrama Islami institusional. Peran dan posisi orang-orang keturunan dan pejuang Tionghoa di komunitas Tangerang dengan demikian memiliki pengaruh besar pada atmosfer dan peristiwa-peristiwa selama revolusi kemerdekaan pada 1945-1949. Pada saat itu orang-orang keturunan Cina di daerah ini telah menjadi sasaran kemarahan rakyat sebagai tindakan balas dendam, dan kemarahan terhadap mereka diduga membantu pihak kolonial. Suatu ketika ada juga yang membentuk pemerintahan independen oleh juara yang berpikiran merah dan sayap kiri. Pemerintah ini tidak mengakui Republik Indonesia. Mereka mendirikan negara di dalam negeri.

Pada awalnya penduduk Tangerang dapat dikatakan hanya orang Sunda yang beretnis dan berbudaya. Mereka terdiri dari penduduk asli, serta pendatang dari Banten, Bogor, dan Priangan. Kemudian (sejak 1526) penduduk baru datang dari wilayah pesisir Kesultanan Demak dan Cirebon yang merupakan etnis dan budaya Jawa, bersamaan dengan proses islamisasi dan perluasan wilayah kedua kesultanan. Mereka menempati wilayah pesisir Tangerang Barat. Keragaman populasi etnis Batavia sebagai akibat dari kebijakan Kompeni Belanda di bidang populasi di kota Batavia melahirkan beragam etnis dan budaya Melayu Betawi. Dinamakan demikian karena mereka berbicara bahasa Melayu sebagai alat komunikasi sosial dan tinggal di wilayah Betawi, sebagaimana masyarakat adat menyebutnya Kota Batavia.

Populasi etnis dan budaya Betawi ini menyebar ke wilayah sekitar Kota Betawi, termasuk wilayah Tangerang. Mereka menempati wilayah pesisir timur dan interior timur Tangerang. Kebijakan Kompeni melahirkan sejumlah besar keturunan Cina di kota Batavia yang menyebar ke wilayah Tangerang sebagai akibat dari pemberontakan Cina di Kota Batavia pada 1740 dan kelahiran status tanah pribadi. Keturunan Tionghoa tersebar di wilayah tanah pribadi, terutama di wilayah pesisir Tangerang timur. Selanjutnya, budaya mereka berasimilasi dengan budaya Melayu Betawi. Dari pertemuan itu, lahirlah jenis-jenis budaya yang dicirikan oleh Melayu Betawi dan Cina yang sekarang populer disebut budaya Betawi, seperti teater lenong, tarian topeng, dan lainnya.


Dengan perkembangan populasi seperti itu, populasi dan peta budaya Tangerang menjadi unik. Bagian timur Tangerang Utara memiliki populasi etnis Betawi dan Cina dan merupakan budaya Melayu Betawi. Bagian selatan Tangerang Timur memiliki budaya dan penduduk Betawi. Wilayah Tangerang Selatan dihuni dan memiliki budaya Sunda. Sedangkan bagian barat Tangerang Utara memiliki populasi dan budaya Jawa. Dalam konteks seluruh pemerintahan di wilayah Tatar Sunda, posisi Tangerang telah mengalami beberapa perubahan dalam tingkat dan struktur pemerintahan.


Seperti yang sudah dinyatakan, pada awal abad ke-16 Tangerang berstatus sebagai salah satu kota pelabuhan di lingkungan Kerajaan Sunda. Pada waktu itu kota pelabuhan berada di bawah kendali seorang syahbandar yang bertanggung jawab langsung kepada raja Sunda. Selama periode Tangerang di bawah kekuasaan Kesultanan Banten (sejak 1526), ​​dilaporkan bahwa sistem pemerintahan adalah dalam bentuk kepemimpinan dan pusat pemerintahannya berada di pedalaman, yaitu sekitar Tigaraksa sekarang. Ketika beberapa daerah ini jatuh ke tangan Kompeni (sejak 1659), demi keamanan pemerintah di daerah ini, ia dipimpin oleh seorang komandan militer (Belanda). Namun, ketika semua daerah ini berada di bawah kendali Perusahaan Belanda dan stabilitas keamanannya tercapai (sejak 1682) pemerintah di daerah ini berbentuk kabupaten (regentschap) yang dipimpin oleh seorang bupati yang berasal dari penduduk asli. Pada 1809 ada perubahan dalam sistem pemerintahan secara keseluruhan di Hindia Belanda yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal H.W. Daendels.

Tingkat dan struktur pemerintahan di wilayah Tangerang telah berubah lagi. Sekarang Tangerang berada di bawah wilayah administrasi De Stad Batavia, de Ommelanden, en Jacatrasche Preanger Regentschappen (kota Batavia dan sekitarnya dan wilayah Jakarta-Priangan) yang kemudian disebut sebagai Tempat Tinggal Batavia (Suganda Wirananggapati, 1997) . Wilayah Tangerang disebut Batavia Barat dan di bawah komando Asisten Residen yang selalu dipegang oleh Belanda. Selanjutnya (sejak 1860-an), daerah ini memiliki status kantor bernama Afdeling Tangerang yang tetap dipimpin oleh Asisten Residen. Daerah Afdeling Tangerang dibagi menjadi tiga kabupaten, yaitu Tangerang Timur, Tangerang Selatan, dan Tangerang Utara yang selanjutnya (sejak tahun 1880-an) masing-masing disebut Kabupaten Tangerang, Kabupaten Balaraja, dan Kabupaten Mauk; kemudian ditambahkan ke Distrik Curug. Bupati dipegang oleh orang asli yang posisinya disebut demang, kemudian berubah menjadi wedana. Tingkat dan struktur pemerintahan semacam itu di Tangerang berlangsung hingga akhir masa pemerintahan pemerintah kolonial Hindia Belanda (1942).

Pada era Jepang (1942-1945), Tangerang yang berbatasan dengan ibu kota pemerintah pusat Jakarta dipandang sebagai daerah yang strategis. Dengan demikian, tingkat dan struktur pemerintahannya ditingkatkan menjadi kabupaten, dan sebuah lembaga pendidikan militer (Seinendojo) didirikan. Pembentukan Kabupaten Tangerang didasarkan pada Deklarasi Syu Jakarta Nomor 4 tanggal 27 Desember 2603 (1943), sedangkan pelantikan diadakan pada hari Selasa, 4 Januari 1944, bersamaan dengan peresmian R. Atik Suardi sebagai Bupati Tangerang pertama . R. Atik Suardi adalah seorang aktivis yang kemudian (sejak akhir 1920-an) menjadi salah satu pemimpin Lingkaran Sahabat Pasundan, organisasi gerakan nasional masyarakat Sunda. Dia pernah menjabat sebagai asisten R. Pandu Suradiningrat di Gunseibu, Jawa Barat.

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 mendapat sambutan hangat dari para pemimpin dan masyarakat Tangerang. Bentuknya terdiri dari dua bentuk. Pertama, menegakkan kemerdekaan dengan membentuk pemerintah daerah di Tangerang yang mendukung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, mulai dari tingkat kabupaten turun. Kedua, mempertahankan kemerdekaan dengan menentang dan menentang pihak asing dan kaki tangan mereka yang mencoba menjajah kembali dan mereka yang ingin mendirikan negara mereka sendiri yang tidak mengakui keberadaan Republik Indonesia. Ada revolusi kemerdekaan! Akhirnya, kedaulatan Republik Indonesia dapat ditegakkan di Tangerang.

Posisi Kabupaten Tangerang ditegaskan kembali pada awal periode Republik Indonesia (19 Agustus 1945) dan berlanjut hingga sekarang. Kabupaten ini adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Sesuai dengan semangat dan tuntutan otonomi daerah dan pesatnya perkembangan kota Tangerang, status pemerintahan di Kota Tangerang sendiri telah meningkat. Kota ini awalnya merupakan kota kecamatan, kemudian menjadi kota administratif, kemudian (sejak 1993) menjadi kota (kemudian menjadi kota) yang posisinya setara dengan tingkat kabupaten. Dengan demikian, di Tangerang ada dua jenis pemerintahan daerah yang sederajat, yaitu Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.

Sementara itu, dengan berdirinya Provinsi Banten (sejak 1999), Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang juga merupakan bagian dari wilayah Provinsi Banten. Seiring dengan program pengembangan yang diluncurkan sejak 1968, Kabupaten Tangerang menerapkan program ini selangkah demi selangkah. Dampak utama di Tangerang dari implementasi program pengembangan ini adalah perubahan dalam semua bidang kehidupan di masyarakat Tangerang. Pada awalnya mereka hanya mengandalkan kegiatan pertanian, kemudian mereka bekerja di berbagai bidang kegiatan ekonomi, terutama di bidang industri, perdagangan, dan jasa yang tentu saja mengubah orientasi dan gaya hidup masyarakat.

Sebagai gambaran, sekarang ada beberapa kawasan industri di Tangerang, ditambah Bandara Internasional Sukarno-Hatta. Ini semakin meningkatkan mobilitas penduduk, bahkan migrasi penduduk. Ke dalam wilayah Tangerang, terutama daerah perkotaannya, ada banyak penduduk baru yang datang dari luar, baik dari daerah lain di Jawa maupun dari luar Jawa, atau orang asing. Karena itu, etnis dan budaya penduduk di wilayah ini semakin beragam. Kondisi ini semakin menguatkan Tangerang sebagai area pertemuan berbagai etnis dan budaya. Kami berharap bahwa dalam kondisi keragaman etnis dan budaya ini, Tangerang akan menjadi daerah di mana penduduknya hidup dalam harmoni, kedamaian, kemakmuran, dan tidak kehilangan akar budayanya. Dengan perkembangan pembangunan yang sangat pesat di berbagai bidang telah mendorong pengembangan wilayah di Kabupaten Tangerang.


Pada tahun 1993 sebuah kotamadya Tangerang dibentuk yang kemudian diikuti oleh pemindahan Ibukota Kabupaten ke Kecamatan Tigaraksa sesuai dengan keputusan Pemerintah pada tahun 1995. Seiring dengan perkembangan pesat di Kabupaten Tangerang telah mendorong perkembangan di sektor lain, di sektor perkotaan yang berkembang di daerah Serpong dan Karawaci, yang menyediakan berbagai jenis kebutuhan perumahan. Di sektor pendidikan telah ada pusat pendidikan untuk pendidikan dasar, menengah, lanjutan dan kejuruan serta universitas swasta dan universitas dengan standar internasional.

Di daerah Serpong ada Pusat Penelitian Teknologi, Puspitek Serpong. Di daerah Curug terdapat PLP Curug sebagai kawah lilin untuk pelatihan penerbangan yang telah meluluskan lebih dari 2000 siswa sejak tahun 1958. Pengembangan industri yang signifikan pada periode sebelum krisis ekonomi nasional telah memacu keberadaan kawasan industri seperti di Kosambi, Cikupa dan daerah Balaraja. Investasi di kabupaten Tangerang adalah salah satu yang terbesar di provinsi Banten dengan lebih dari 1,2 miliar dolar yang tertanam di kabupaten Tangerang. Luapan industri saat ini merupakan sektor dominan di Kabupaten Tangerang. Luas lahan industri sekitar 3.398 hektar yang terdiri dari kawasan industri dan zona industri. Jumlah perusahaan hingga 2000 mencapai 655 dengan pekerjaan 200.644 orang.


Sehingga sebagian besar penduduk Kabupaten Tangerang memiliki pekerjaan di sektor industri ini. Dari segi Permukiman, saat ini Kabupaten Tangerang memiliki empat perumahan skala besar, yaitu Bumi Serpong Damai (BSD) dengan luas ± 6.000 Ha, Alam Sutra (PT. Alfa Goldland) dengan luas ± 700 Ha, Citra Raya (PT. Citraland Estate) dengan luas ± 3.000 Ha dan Bintaro Raya (PT. Real Property Jaya) seluas ± 1.500 Ha. Belum lagi munculnya kawasan pergudangan yang strategis di Kecamatan Kosambi sebagai penyangga bandara, ini didukung oleh fasilitas dan infrastruktur seperti Jalan Tol Jakarta-Merak, Jalan Kereta Api Jakarta - Rangkas, Bandara Soekarno Hatta dan kemudahan transportasi Tangerang - DKI Jakarta.

Kabupaten Tangerang juga menyimpan potensi di sektor pendidikan, di mana banyak universitas berkembang, baik negeri maupun swasta. Keberadaan perguruan tinggi ini merupakan potensi untuk dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia tidak hanya di Kabupaten Tangerang itu sendiri, tetapi juga dapat melayani penduduk lain di daerah tersebut. Inti dari otonomi daerah adalah pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat ke daerah, dimana dengan kewenangan ini pemberdayaan masyarakat dan sumber daya daerah dapat ditingkatkan.


Dari potensi yang melimpah dari daerah itu, terutama di wilayah pantura, timbul euforia obsesi yang mengharapkan penggunaan hutan bakau dan kawasan pesisir di kawasan konservasi pantura Kabupaten Tangerang yang sekarang sebagian dipengaruhi oleh abrasi air laut dan menjadi kolam ikan untuk penduduk setempat. Pantai Kabupaten Tangerang, yang panjangnya sekitar 52 km, mengalami abrasi parah. Abrasi pantai Kabupaten Tangerang sendiri terjadi di 11 desa di tujuh kecamatan, yaitu Kabupaten Kosambi, Teluk Naga, Mauk, Kronjo, Paku Haji, dan Suka Diri. Lebar pantai terkikis sekitar 15-50 meter dan luas pantai yang tergerus mencapai lebih dari 193 hektare. Dua puluh enam persen area pantai telah terkikis. Penguatan di pantai Tangerang, adalah hasil penggalian pasir yang terus terjadi. Pasir pantai digali untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan di Jakarta dan Tangerang. Meskipun telah dilarang oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang, ekstraksi pasir di daerah tersebut masih umum.

Fasilitas pendukung seperti rumah sakit, fasilitas telekomunikasi, fasilitas transportasi yang cukup baik, seperti jalan raya antar provinsi dan jalan ke tingkat desa, hingga infrastruktur transportasi seperti terminal, pasar tradisional dan modern, dll. Tersedia di Kabupaten Tangerang. Fasilitas irigasi untuk pertanian, listrik, dan pasokan gas juga cukup di Kabupaten Tangerang. Kawasan wisata di Kabupaten Tangerang juga telah dikembangkan dengan baik misalnya wisata ziarah, wisata belanja, wisata budaya dan wisata air seperti kepulauan Cup, Pantai Dadap yang terkenal dengan restoran seafood-nya.

Fasilitas akomodasi di Kabupaten Tangerang juga telah tersedia dari hotel bintang hingga hotel melati berkelas. Sektor perdagangan dan jasa termasuk pertumbuhan bisnis perbankan yang cukup cepat sebelum krisis ekonomi cukup berkembang. seperti pertumbuhan kantor cabang perbankan di Kabupaten Tangerang. Kabupaten Tangerang memiliki Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan juga memiliki bandara Pondok Cabe yang terletak di Kecamatan Ciputat. Kabupaten Tangerang telah mengalami 19 perubahan kepemimpinan sejak 1943 menjadi bupati saat ini H. Ismet Iskandar. Di bawah kepemimpinan dan haknya di era reformasi ini, Tangerang berharap untuk meningkatkan perkembangannya, tentu saja, dengan dukungan dari semua tingkatan masyarakat Kabupaten Tangerang. Karena keberhasilan pembangunan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi masyarakat harus berpartisipasi aktif di dalamnya sehingga hasilnya dapat dinikmati secara adil dan merata.

Abad ke-21 adalah era baru dalam pertumbuhan ekonomi dunia, Kabupaten Tangerang dalam posisinya sebagai zona penyangga ibukota dan pusat pertumbuhan ekonomi, perdagangan, pemukiman dan layanan harus selalu siap mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi di era ini, sekarang Kabupaten Tangerang yang produktif dan berkualitas menyambut baik cakrawala baru menuju Tangerang Gemilang.

DARI BERBAGAI SUMBER YANG DITEMUKAN OLEH B. OESMAN DAN MENJADI PEMENANG KE-3 PERSAINGAN ESSAI MEDIA TANGERANG

No comments:

Post a Comment